UU Kepariwisataan Direvisi, Pariwisata Didorong Jadi Pilar Peradaban Bangsa

Ilustrasi, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

JAKARTA, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjadi undang-undang. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Rapat paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan dihadiri oleh Ketua DPR RI Puan Maharani serta dua Wakil Ketua DPR, Saan Mustopa dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Sebanyak 426 anggota DPR tercatat hadir.

Read More

“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Dasco dalam rapat. “Setuju,” jawab para anggota dewan serempak, yang kemudian disahkan melalui ketukan palu.

Ketua Panitia Kerja RUU Kepariwisataan, Chusnunia Chalim, menyampaikan bahwa revisi ini membawa perubahan paradigma yang mendasar terhadap cara pandang terhadap pariwisata. Menurut dia, pariwisata kini tidak hanya dianggap sebagai sektor ekonomi semata, tetapi juga sebagai bagian integral dari pembangunan manusia, kebudayaan, dan identitas nasional.

“RUU Kepariwisataan menghadirkan perubahan fundamental. Tidak hanya soal regulasi teknis, tetapi juga pergeseran paradigma dalam memandang pariwisata sebagai instrumen peradaban,” ujar Chusnunia.

Perubahan tersebut turut menghadirkan konsep baru, yaitu ekosistem kepariwisataan. Melalui konsep ini, pengelolaan pariwisata diarahkan menjadi lebih menyeluruh, terintegrasi, dan berkelanjutan, mencakup seluruh unsur yang terlibat, mulai dari masyarakat, pelaku usaha, pemerintah, hingga pemanfaatan teknologi.

Revisi UU Kepariwisataan juga memperkenalkan empat bab tambahan yang mengatur aspek penting dalam pengelolaan pariwisata, yakni; Perencanaan pembangunan pariwisata, Pengelolaan destinasi secara berkelanjutan, Pemasaran terpadu, serta Pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi.

Perubahan ini dinilai sejalan dengan kebutuhan zaman dan tantangan pariwisata modern, termasuk menjawab dinamika wisatawan yang kian mengandalkan teknologi dan konektivitas digital.

UU yang baru ini juga menekankan pentingnya pengembangan desa wisata. Pemerintah diberi kewenangan untuk mengembangkan desa wisata melalui sistem klasifikasi empat jenjang, yaitu: rintisan, berkembang, maju, dan mandiri.
Setiap jenjang diklasifikasikan berdasarkan kriteria seperti potensi daya tarik, infrastruktur pendukung, tingkat kunjungan, serta partisipasi dan kesadaran masyarakat.

Menurut Chusnunia, sistem klasifikasi tersebut memungkinkan pendekatan kebijakan yang bertingkat dan tepat sasaran, guna memastikan bahwa pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dapat berjalan secara inklusif dan berkelanjutan.

Lebih jauh, revisi UU juga menegaskan peran budaya dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah global. Dalam Pasal 17T, disebutkan bahwa budaya dan diaspora Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai instrumen diplomasi untuk memperkuat citra positif bangsa.

“Ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan program diplomasi budaya yang terintegrasi dengan strategi pariwisata nasional,” ujar Chusnunia.

Dalam aspek pendanaan, UU hasil revisi ini juga mengatur mekanisme pungutan terhadap wisatawan mancanegara (wisman). Dana dari pungutan tersebut akan dimanfaatkan secara khusus untuk pengembangan pariwisata nasional.

Chusnunia menjelaskan bahwa skema ini dirancang agar pendanaan sektor pariwisata tidak sepenuhnya bergantung pada anggaran negara yang bersifat fluktuatif. Dengan demikian, akan tercipta mekanisme pembiayaan mandiri yang berkelanjutan.

“Ini menunjukkan desain kebijakan yang komprehensif. Kombinasi antara pembangunan sumber daya manusia, penguatan budaya, dan mekanisme pembiayaan mandiri menjadi fondasi bagi ekosistem kepariwisataan yang berkelanjutan,” kata Chusnunia.

Related posts

Leave a Reply