Utang Pemerintah Pusat Capai Rp 8.909,14 Triliun pada Januari 2025, Meningkat 8,07% dari 2023

Uang kertas Dolar AS dan Yen Jepang. ANTARA/Shutterstocks/pri. (ANTARA/Shutterstocks)

JAKARTA, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa total utang pemerintah pusat Indonesia pada 31 Januari 2025 tercatat mencapai Rp 8.909,14 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 1,21% dibandingkan dengan posisi pada Desember 2024 yang mencapai Rp 8.801,09 triliun. Jika dibandingkan dengan akhir 2023, jumlah utang pemerintah mengalami kenaikan 8,07%, yang sebelumnya tercatat sebesar Rp 8.190,38 triliun.

Berdasarkan laporan Kinerja DJPPR Kemenkeu 2024, total utang pemerintah pusat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pinjaman luar negeri sebesar Rp 1.040,68 triliun, pinjaman dalam negeri sebesar Rp 51,23 triliun, dan surat berharga negara (SBN) yang mencapai Rp 7.817,23 triliun. Sebagian besar utang pemerintah berasal dari SBN yang berdenominasi rupiah, dengan nilai Rp 6.280,12 triliun, sementara sisanya berdenominasi valuta asing (valas) sebesar Rp 1.537,11 triliun.

Read More

DJPPR menegaskan bahwa pengelolaan utang yang terus meningkat ini harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Pasalnya, utang memiliki dimensi risiko yang dapat menimbulkan masalah terhadap kesinambungan fiskal negara. Beberapa risiko yang perlu diperhatikan antara lain risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko refinancing.

Untuk itu, pemerintah melakukan berbagai langkah strategis untuk mengelola risiko utang, seperti debt securities buyback, loan prepayment, debt-switch/reprofiling, debt swap, restrukturisasi pinjaman, dan hedging. Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk menjaga agar pembiayaan APBN tetap berkelanjutan dan memastikan kondisi keuangan negara tetap sehat.

Pemerintah menekankan bahwa pengelolaan utang harus dilakukan dengan profesional, akuntabel, dan transparan. Hal ini bertujuan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan menjaga agar negara dapat memenuhi kewajibannya dalam pembiayaan negara secara berkelanjutan. Pengelolaan utang yang tidak profesional, sebaliknya, dapat berdampak negatif terhadap kondisi fiskal pemerintah.

Menurut laporan DJPPR, pengelolaan utang yang buruk bisa menyebabkan ketidakmampuan pemerintah untuk membayar kewajiban utang tepat waktu, melampaui perkiraan kewajiban utang, dan menghambat kegiatan pemerintahan akibat ketidakpastian sumber pembiayaan. Selain itu, hal ini juga dapat menurunkan kepercayaan investor dan kreditor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kondisi ekonomi negara secara keseluruhan.

Related posts

Leave a Reply