Upaya Masif Melawan Korupsi Sumberdaya Alam

Panorama tutupan hutan Gunung Kerinci (3805 mdpl) yang sebagian kawasannya telah beralih fungsi menjadi perkebunan terlihat dari Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Sabtu (1/8/2020). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mengatakan Indonesia terus mengupayakan percepatan pemulihan hutan dan lahan di tanah air agar deforestasi tidak melebihi laju rehabilitasi pada 2030. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp. (ANTARA FOTO/WAHDI SEPTIAWAN)

Oleh: Penulis: Bagus Karyo Widhiasto (Aktivis Lingkungan) & Nitya Ade Santi (Peneliti)

 

Read More

Indonesia FOLU Net Sink adalah bentuk nyata kontribusi Indonesia kepada dunia untuk menekan kenaikan suhu bumi akibat pemanasan iklim. Komitmen tersebut tertuang dalam target penyerapan emisi dalam dokumen Rencana Operasional sebesar 140juta ton  CO2e pada tahun 2016. September tahun 2022, Pemerintah Indonesia menaikkan target penyerapan emisi dari 29% menjadi 31,89% (kemampuan nasional) serta 41% menjadi 43,2%  (kerjasama internasional). Perubahan target tersebut dikenal dengan nama E-NDC (Enhanced Nationally Determined Contribution) yang menargetkan pada 11 aksi mitigasi yang berada pada total area 75juta ha. Sosialisasi Indonesia’s FOLU Net Sink sub nasional Sulawesi Tengah dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2023 bertempat di Gedung Pogombo Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah. Sosialisasi tersebut merupakan bentuk penyebarluasan informasi pentingnya pengendalian perubahan iklim kepada masyarakat dan pemegang kebijakan di Provinsi Sulawesi Tengah.

Korupsi Sumber Daya Alam

Besarnya target FOLU Net Sink 2030 berbanding terbalik dengan kondisi kelestarian sumber daya alam di Indonesia. KPK melaporkan adanya 650 kasus korupsi sumber daya alam di Indonesia, diantaranya 164 kasus dilakukan swasta dan 148 dilakukan oleh DPR dan DPRD, dan 77 dilakukan oleh Bupati dan Gubernur. Kejahatan lingkungan sektor kehutanan berdampak besar terhadap kerusakan ekositem, bencana ekologis, kerugian negara, dan kewibawaan negara. Hal tersebut terjadi akibat tidak digunakannya adab dalam pembuatan kebijakan, hilangnya keberpihakan cendekiawan kepada lingkungan dan masyarakat, keadilan yang terbelenggu oleh hukum positif, serta sumberdaya alam hanya dipandang sebagai komoditas. Lebih jauh lagi, dalam kondisi korupsi struktural, ilmu pengetahuan tidak digunakan untuk mendukung perubahan menuju perbaikan, tetapi mendukung kepentingan untuk perusakan sistem.

Rekomendasi

Korupsi sumber daya alam yang sistematis dan masif dapat diberantas melalui berbagai pendekatan seperti pendekatan positivis, classical, structural, dan ethic. Pendekatan tersebut menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan korupsi sumber daya alam dari berbagai sudut pandang. Pendekatan positivis dilakukan dengan meminimalisirkan peluang terjadinya tindak korupsi melalui cara resistensi diri dan melaporkan segala bentuk tindakan korupsi. Pendekatan classical dilakukan dengan cara menindak tegas pelaku korupsi sumberdaya alam baik secara sanksi hukum maupun sanksi sosial. Pendekatan structural dilakukan dengan peningkatan transparansi dijajaran pembuat kebijakan/keputusan, collaborative goverment untuk meniadakan ego sektoral antar lembaga pemerintah dan meningkatkan integritas sektor publik. Pendekatan ethic dilakukan dengan beberapa cara yaitu, penyadartahuan pada berbagai tingkat usia dan pendidikan, patuh terhadap konstitusi negara, mengimplementasikan norma serta nilai dasar yang berlaku dimasyarakat. Selain keempat pendekatan tersebut, pendekatan modal sosial juga dapat menjadi alternatif cara untuk memberantas tindak korupsi sumberdaya alam melalui gerakan aksi kolektifnya. Hal tersebut menjadi penting karena keberhasilan pemberantasan tindak korupsi sumberdaya alam akan memberikan kontribusi besar dalam upaya kelestarian hutan yang sejalan dengan target FOLU Net Sink 2030.

Related posts

Leave a Reply