JAKARTA, Politisi sekaligus putri Presiden ke-2 RI Soeharto, Titiek Soeharto, menyambut positif wacana pemerintah yang akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada ayahandanya. Ia menyebut keluarga besar Soeharto telah menerima sinyal positif dari pemerintah terkait rencana tersebut.
“Iya, alhamdulillah kalau pemerintah mau berkenan untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto, karena mengingat begitu besar jasanya bagi bangsa dan negara,” ujar Titiek kepada wartawan, Selasa (22/4).
Namun demikian, ia menegaskan bahwa gelar resmi dari negara bukan menjadi satu-satunya ukuran dalam menilai jasa Presiden Soeharto di mata rakyat.
“Buat kami keluarga, diberi gelar atau tidak, Pak Harto adalah pahlawan. Dan saya yakin, beliau juga pahlawan bagi berjuta-juta rakyat Indonesia yang mencintai beliau,” lanjut Titiek.
Ketika ditanya lebih lanjut soal respon dari Istana, Titiek menjawab singkat, “Alhamdulillah, Insya Allah itu dapat terealisasi.”
Ia menambahkan bahwa pihak keluarga telah terbiasa dengan wacana pemberian gelar tersebut, yang hampir selalu muncul setiap peringatan Hari Pahlawan.
“Pak Harto sudah wafat lama sekali. Setiap tahun wacana ini muncul, setiap Hari Pahlawan juga muncul. Kita sampai, ‘ah sudahlah, mau dikasih gelar atau nggak’, pokoknya beliau pahlawan bagi semua,” tutur Titiek.
Kendati demikian, keluarga tetap menaruh harapan besar pada pemerintahan saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
“Insya Allah, besar harapan kami kepada pemerintah sekarang,” tutup Titiek.
Diketahui, Kementerian Sosial (Kemensos) telah menerima usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Proses tersebut kini memasuki tahap telaah oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) sebelum nantinya diputuskan oleh Presiden.
Presiden Soeharto dikenal sebagai tokoh sentral Orde Baru yang memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade, dari tahun 1967 hingga 1998. Sepanjang masa pemerintahannya, Soeharto dikenal dengan kebijakan pembangunan, stabilitas politik, dan program swasembada pangan. Namun, masa kekuasaannya juga tak luput dari kritik terhadap praktik otoritarianisme dan korupsi.