Titi Anggraini Usulkan Kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada Menjadi Kitab Hukum Pemilu

Ilustrasi Kotak Suara di TPS. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pd.

JAKARTA, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengusulkan agar Undang-Undang (UU) tentang Pemilu dan UU tentang Pilkada diintegrasikan menjadi satu payung hukum bernama Kitab Hukum Pemilu. Usulan ini disampaikan Titi dalam sebuah diskusi daring yang diadakan pada Minggu (26/1).

Menurut Titi, kodifikasi tersebut penting untuk mengatasi berbagai aturan yang tumpang tindih antara UU Pemilu dan UU Pilkada, meskipun keduanya diselenggarakan oleh lembaga yang sama.

Read More

Titi menilai bahwa secara filosofis dan yuridis, sudah ada kebutuhan mendesak untuk mencabut dan mengganti UU Pemilu dan Pilkada.

“Saya mendorong kodifikasi, yaitu materi muatan pemilu dan pilkada dalam satu naskah undang-undang yang sama,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa UU Pemilu dan UU Pilkada telah mengalami ratusan kali uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Kondisi ini, menurutnya, mencerminkan kebuntuan hukum yang terjadi akibat aturan yang tidak sinkron antara kedua UU tersebut.

Titi menyoroti beberapa perbedaan mendasar antara UU Pemilu dan UU Pilkada yang berpotensi menimbulkan kebingungan hukum.

  1. Penegakan Hukum Politik Uang
    • Dalam UU Pilkada, pihak yang memberi dan menerima politik uang sama-sama dianggap sebagai tindak pidana.
    • Sementara itu, dalam UU Pemilu, hanya pihak yang memberi yang dapat diproses hukum.
  2. Tahapan yang Bisa Dijerat Hukum
    • UU Pilkada memungkinkan jeratan hukum terhadap praktik politik uang di setiap tahapan pemilu.
    • Sebaliknya, UU Pemilu membatasi jeratan hukum hanya pada tahap kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, dan masa tenang.

Perbedaan ini, menurut Titi, menjadi salah satu alasan utama perlunya kodifikasi.

Ia menekankan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi penyelenggaraan pemilu, mengingat Indonesia telah memasuki periode pasca elektoral.

“Dalam studi tata kelola pemilu, pasca periode elektoral adalah momen ideal untuk melakukan kajian, audit, hingga evaluasi atas penyelenggaraan pemilu yang telah selesai,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa RUU Pemilu sering menjadi arena perdebatan soal eksistensi partai politik dalam sistem demokrasi Indonesia.

Melalui usulan kodifikasi ini, Titi berharap dapat menciptakan sistem hukum pemilu yang lebih efisien, konsisten, dan adil. Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu di Indonesia dapat berjalan lebih baik, transparan, dan bebas dari kebuntuan hukum yang selama ini terjadi.

Tags:

Related posts

Leave a Reply