Sebagian orang mungkin mulai merasa stres atau mengalami emosi negatif karena tak bisa beraktivitas selain di dalam rumah karena pandemi virus corona baru atau COVID-19 belakangan ini. Wujudnya bisa beragam, mulai dari marah, kesal, takut, bingung hingga paranoid.
Lalu bagaimana melepaskan emosi negatif ini? Certified Energy Psyhology Practitioner sekaligus Founder Remedi Indonesia, Ferry Fibriandani menyarankan sejumlah tahapan yang bisa Anda lakukan, yakni hening yakni Selaras dalam napas.
“Hening memberikan peluang untuk membenahi lensa pola pikir kita. Kita memiliki waktu untuk eksplorasi dan memperluas pandangan kita. Hening untuk melihat ke dalam dan keluar serta membantu kita untuk hadir utuh, di sini, saat ini,” kata dia dalam diskusi bersama awak media via daring, Jumat.
Lalu, amati peristiwa tidak menyenangkan dan emosi yang menyertai peristiwa itu, lepaskan emosi tidak nyaman dan identifikasi peristiwa dan rasa tidak nyaman yang menyertai.
Hadirkan skala emosi 1-10 (1 sangat nyaman, 10 sangat tidak nyaman), kemudian amati. Tanyakan tiga pertanyaan pada diri antara lain: Bisakah Anda melepaskannya? Maukah Anda melepaskannya dan Kapan Anda ingin melepaskannya?.
Anda perlu mendengarkan pertanyaan, menjawab jujur pertanyaan tersebut dan dengan pengaturan napas dan mencoba untuk melepaskan semua emosi tidak nyaman tersebut.
Sebaiknya lakukan berulang kali hingga skala emosi menjadi semakin nyaman. Jangan lupa olah cinta (emosi dan respons positif) dan berikan afirmasi positif serta hikmah yang bisa kita lihat dari situasi itu.
Untuk para ibu
Ferry mengatakan, mengurus anak, menjadi guru les, menyiapkan snacking yang tiada henti terkadang membuat para ibu merasa overproductive dan overwhelm. Dia menyarankan para ibu meluangkan waktu untuk diri sendiri.
“Saran saya, tetap luangkan waktu untuk me time. Di kami Hening menjadi sebuah kekuatan yang penting,” kata dia.
Menurut Ferry, saat Anda berhenti sejenak, maka akan lebih mudah meletakkan beban di pundak. Berhenti sejenak juga membantu Anda mengamati “Apa saja yang kita bawa?” Haruskah kita membawa semuanya ke dalam diri kita?
Selain itu, coba menerapkan rutinitas atau kebiasaan baru untuk memberikan struktur waktu bagi semua pihak yang tinggal di rumah, misalnya mengatur jam istirahat dan tidur anak-anak, menetapkan ruangan dan area kerja yang tetap untuk membantu anak.
Usahakan mengoptimalkan penggunaan teknologi serta membatasi penggunaannya sesuai dengan rutinitas yang di tetapkan, terbuka kepada team atau atasan jika ada kendala.
“Reframing (melihat dari sudut pandang berbeda) – dibalik kesulitan, ada kemudahan,” tutur Ferry.
Untuk anak
Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalami stres atau emosi negatif. Menurut Ferry, anak-anak dapat menanggapi stres dengan cara yang berbeda seperti menjadi lebih menuntut untuk dekat (diurus), merasa cemas, terlihat mulai menarik diri, marah atau gelisah, mengigau, mengompol, mimpi buruk dan lainnya.
Untuk membantu mereka melenyapkan emosi itu, cobalah membangun suasana positif di rumah bersama keluarga.
Batasi waktu menatap layar, lakukan kegiatan yang membuat diri anak bahagia seperti berolahraga dan sebagainya sehingga menurunkan hormon kortisol dan meningkatkan sistem imun. Jangan lupa mengonsumsi asupan makanan yang bergizi seimbang.
“Hubungi praktisi di mental health (psikolog, psikiater, psikoterapist) untuk pendampingan,” saran Ferry. (ant)