JAKARTA, Tim Reformasi dan Transformasi Polri mencatat sedikitnya 130 permasalahan internal di tubuh Korps Bhayangkara, setelah mengumpulkan masukan dari koalisi masyarakat sipil, akademisi, hingga sejumlah pakar hukum.
Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, ratusan masalah tersebut dikelompokkan ke dalam 12 isu utama, mulai dari lemahnya pengawasan hukum, tata kelola sumber daya manusia (SDM), hingga orientasi pelayanan publik yang masih bersifat administratif.
“Evaluasi nasional menunjukkan Polri membutuhkan perbaikan signifikan dalam hal profesionalisme dan akuntabilitas. Penguatan pengawasan eksternal serta penurunan pendekatan represif juga menjadi prioritas utama,” ujar Dedi dalam keterangan resminya, Kamis (23/10/2025).
Dedi menekankan, Polri perlu belajar dari praktik kepolisian global dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik. Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi modern seperti body-worn camera, CCTV, dan sistem digital terintegrasi.
Menurutnya, penerapan teknologi tersebut dapat memperkuat pengawasan terhadap kinerja personel di lapangan, sekaligus memastikan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam setiap tindakan kepolisian.
“Pemanfaatan teknologi sangat penting untuk memastikan transparansi dan pengawasan yang efektif terhadap kerja aparat di lapangan,” jelasnya.
Dedi juga mengakui bahwa kesadaran publik terhadap akuntabilitas lembaga penegak hukum semakin meningkat, terutama setelah demonstrasi akhir Agustus 2025 yang berujung ricuh dan menelan korban jiwa.
Peristiwa itu, kata Dedi, menjadi momentum refleksi bagi jajaran kepolisian untuk mempercepat reformasi struktural dan kultural, demi memulihkan kepercayaan publik terhadap Polri.
“Tuntutan publik terhadap reformasi Polri kini menjadi bagian dari gerakan nasional yang menekankan transparansi, empati, dan reformasi kelembagaan sebagai pondasi utama,” tegasnya.
Selain itu, Tim Reformasi Polri juga menemukan sejumlah masalah klasik yang hingga kini belum terselesaikan. Di antaranya lemahnya sistem pengawasan internal, rendahnya akuntabilitas penegakan hukum, penyalahgunaan wewenang, serta budaya impunitas yang terus menggerus kepercayaan masyarakat.
“Seorang tokoh kepolisian Inggris, Sir Robert Peel, pernah berkata, the police are the public, and the public are the police. Efektivitas kepolisian ditentukan bukan oleh banyaknya penangkapan, tapi oleh sedikitnya kejahatan dan besarnya kepercayaan rakyat,” tutur Dedi mengutip pernyataan tokoh pendiri kepolisian modern tersebut.