DENPASAR, Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Komisi IV DPR RI kembali menggelar Jaring Pendapat di Denpasar, Bali. Kegiatan ini menghadirkan Pemerintah Daerah Bali serta masyarakat yang terdampak konflik lahan di kawasan hutan, khususnya di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.
Anggota Komisi IV sekaligus anggota Panja RUU Kehutanan, Ellen Esther Pelealu, menyoroti seriusnya persoalan lebih dari 100 Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT) yang diduga terbit tidak semestinya di kawasan konservasi Tahura Ngurah Rai.
“Para pejabat yang berwenang harus memiliki tata kelola yang baik dalam memperbaiki administrasi pertanahan. Harus tegas, transparan, dan tidak lagi menimbulkan masalah di tengah masyarakat,” tegas Ellen saat meninjau lokasi di Tahura Bali, Kamis (20/11/2025).
Kegiatan yang berlangsung di Mangrove Information Center Ngurah Rai ini turut dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali, para Kepala UPT Kehutanan lingkup Bali, serta perwakilan masyarakat terdampak.
Ellen menekankan bahwa temuan di lapangan menunjukkan urgensi Revisi UU 41/1999 agar mampu merangkum lebih detail berbagai permasalahan aktual, termasuk tumpang tindih lahan dan lemahnya kontrol administratif.
“Revisi UU Kehutanan harus lebih detail dan responsif terhadap temuan nyata di lapangan,” ujarnya.
Kasus dugaan alih fungsi lahan dalam kawasan Tahura Ngurah Rai menjadi pengingat pentingnya perencanaan tata ruang yang komprehensif dan berkelanjutan (sustainable). Transformasi kawasan tanpa regulasi yang kuat akan berdampak langsung pada ekosistem dan keberlanjutan lingkungan Bali ke depan.
“Transformasi kawasan tanpa regulasi yang kuat akan berdampak langsung pada ekosistem dan keberlanjutan lingkungan Bali ke depan,” pungkas Ellen.







