Sigit Listyo Minta Maaf Setelah Tim Pengamanan Pukul Jurnalis di Semarang

JAKARTA, Insiden kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis kembali terjadi, kali ini melibatkan aparat kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, saat meliput kegiatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang pada Sabtu (5/4/2025). Kejadian tersebut melibatkan seorang oknum polisi yang diduga merupakan ajudan Kapolri, Ipda Endry Purwa Sefa, yang melakukan pemukulan terhadap jurnalis dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar.

Peristiwa ini bermula ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mendekati seorang penumpang yang sedang duduk di kursi roda di area stasiun. Sejumlah jurnalis, termasuk pewarta foto, sedang melakukan peliputan dengan jarak yang wajar. Namun, situasi tiba-tiba berubah saat Ipda Endry Purwa Sefa, yang diduga sebagai ajudan Kapolri, meminta para jurnalis mundur dengan cara kasar.

Read More

Endry terlihat mendorong jurnalis dan tim humas yang berada di lokasi secara agresif. Ketika salah satu pewarta foto, Makna Zaezar, mencoba menjauh dan pindah ke area peron, Endry mengejarnya dan memukulnya. Selain itu, Endry juga mengancam jurnalis lain dengan nada tinggi, “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu.”

Beberapa jurnalis lain juga melaporkan bahwa mereka mengalami kontak fisik, termasuk didorong dan diintimidasi secara verbal. Bahkan, seorang jurnalis perempuan mengaku hampir dicekik oleh petugas yang sama. Tindakan ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana.

Setelah menerima kabar insiden tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf atas perilaku anak buahnya di lapangan. “Secara pribadi, saya minta maaf terhadap insiden yang terjadi dan membuat tidak nyaman rekan-rekan media,” ujar Sigit kepada wartawan pada Minggu (6/4/2025).

Meski baru mendengar kabar tentang pemukulan tersebut melalui pemberitaan, Sigit berjanji akan menelusuri dan menindaklanjuti pelaku yang melakukan tindakan kekerasan. “Namun, kalau benar itu terjadi, saya sangat menyesalkan kejadian tersebut. Karena hubungan kita dengan teman-teman media sangat baik, segera saya telusuri dan tindaklanjuti,” tambahnya.

Sigit juga menduga bahwa pelaku pemukulan bukanlah ajudannya, melainkan anggota dari perangkat pengamanan. “Sepertinya bukan ajudan, namun dari perangkat pengamanan. Segera kami telusuri dan tindak lanjuti,” ujar Sigit.

Polda Jawa Tengah turut menyesalkan insiden kekerasan ini. Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menyampaikan penyesalan atas tindakan oknum polisi tersebut. “Kami dari Polda Jateng mewakili institusi Polri menyesalkan insiden ini, yang seharusnya tidak perlu terjadi dan bisa dihindari,” ujarnya dalam pertemuan dengan pihak ANTARA Semarang pada Minggu malam.

Artanto menegaskan bahwa Tim Pengamanan Protokoler Kapolri seharusnya tidak perlu melakukan tindakan fisik atau mengancam jurnalis. “Situasinya sangat ramai, crowded, dan SOP yang dilakukan oleh tim pengamanan protokoler seharusnya tidak memerlukan tindakan emosional, baik secara fisik maupun verbal terhadap Mas Makna,” tegasnya.

Insiden kekerasan ini memicu kecaman keras dari berbagai organisasi jurnalis. Dhana Kencana, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Semarang, menyebut kejadian ini sebagai pelanggaran serius terhadap UU Pers. “Kejadian ini adalah pelanggaran serius terhadap UU Pers. Ruang kerja kami dilanggar secara fisik dan psikologis,” tegas Dhana Kencana.

Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, Daffy Yusuf, juga menyampaikan protes keras. “Kami menuntut permintaan maaf terbuka dari pelaku, dan mendesak institusi Polri untuk memberikan sanksi tegas. Kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan menjadi budaya,” ujar Daffy.

Related posts

Leave a Reply