Saatnya Negara Hadir Bagi Talenta Muda

JAKARTA, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo akan serius mengelola talenta-talenta Indonesia. Bahkan, saat ini Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Bappenas sudah hampir selesai menggodok model dan konsepnya. Konsep manajemen talenta ini siap dijalankan tahun depan.

Presiden Joko Widodo menunjukkan keseriusan mengelola talenta Indonesia ini, bahkan secara eksplisit menyebutkannya dalam Pidato Kenegaraan di Sidang DPR pekan lalu. Program Manajemen Talenta Nasional (MTN) Indonesia, menurut Moeldoko sebagai bukti negara hadir dalam menyeleksi, memfasilitasi, dan membina talenta muda.

Read More

“Jangan sampai nanti anak-anak muda hebat Indonesia itu dibajak terus sama negara lain,” kata Moeldoko dalam acara diskusi media bertajuk Mengapa Indonesia Butuh Manajemen Talenta?’ di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2019.

Menurut Moeldoko, nantinya setiap tahun pemerintah akan merekrut 100 hingga 200 anak-anak muda berbakat untuk melakukan riset selama dua tahun. Setelah riset, negara akan membiayai mereka untuk mengambil pendidikan doktoral.

Saat ini, daya saing manusia Indonesia masih jauh tertinggal. Menurut The Global Talent Competitiveness Report 2018 yang diterbitkan INSEAD, Indonesia berada diperingkat ke-77 dari 119 negara.

Nantinya pemerintah akan memfasilitasi bibit-bibit unggul manusia Indonesia. Pemerintah akan membangun ekosistem kelembagaan dan memfasilitasi mereka. Pembangunan ekosistem ini di antaranya bisa diawali dengan membangun arsitektur data dan  pengembangan database talenta. Diharapkan program ini bisa mendukung percepatan pembangunan dan pertumbuhan berbasis pengetahuan dan inovasi.

Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menambahkan, negara atau pemerintah bisa mengawal talen-talen itu mulai dari pencarian, pendidikan, hingga kariernya.

Pada diskusi tersebut, KSP juga menghadirkan empat orang berbakat dari bidang yang berbeda. Mereka adalah Mochamad Supriadi (pesepakbola Timnas U-18), Chikita Fawzi (animator), Tyovan Ari Widagdo (CEO Bahaso), dan Edith Widayani (pianis).

Supriadi menuturkan kisahnya berjuang mewujudkan tekadnya menjadi pesepakbola. Lahir dari keluarga kurang mampu, dia bermain bola sembari membantu ibunya berjualan es.

“Kadang kalau harus bermain ke luar kota, orang tua saya harus meminjam uang dulu,” kata anak muda asal Surabaya ini.

Ketika SMP, Supriadi harus hijrah ke Jakarta untuk menekuni hobinya bermain bola. Saat ikut pendidikan di Jakarta ini, dia kerap kekurangan uang. Untuk memenuhinya, tak jarang dia harus menjual bajunya demi bisa makan.

Animator Chiki Fawzi punya kisah berbeda. Saat dirinya mengambil kuliah animasi di salah satu perguruan tinggi di Malaysia, dia merasakan bagaimana Malaysia membangun iklim yang mendukung bagi talenta-talenta mereka. Negara jiran itu mendukung negara lain membuka cabang produk animasi di Malaysia.

“Jadi mereka tahu dan bisa belajar bagaimana misalnya negara lain membuat animasi,” kata putri penyanyi Ikang Fawzy itu.

Pianis Edith Widayani juga menuturkan bagaimana negara lain memperlakukan bakat-bakat muda di negara mereka. Di Cina, tempat dia sempat menimba ilmu musik, anak-anak berbakat sudah digembleng sejak usia 10 tahun.

“Saat belajar di China, saya harus berlatih musik 10 jam setiap hari untuk mengejar ketertinggalan,”  ujarnya.

CEO Bahaso Intermedia Cakrawala, Tyovan Ari Widagdo kisah awal mula menggeluti dunia digital. Berawal dari hobi main game, ia berangan-angan bisa membuat game sendiri. Saat itu dirinya masih SMA. Kala SMA itu ia kerap nongkrong di warnet untuk belajar tentang dunia digital sampai akhirnya ia mulai membangun e-wonosobo.com (portal tentang pariwisata Wonosobo). Dari situlah kemudian namanya dikenal hingga akhirnya ia menekuni dunia digital hingga saat ini.

Related posts

Leave a Reply