JAKARTA, Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) hampir dipastikan akan disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR yang dijadwalkan pada Kamis (20/3/2025). RUU TNI ini telah mendapatkan persetujuan dari seluruh fraksi partai politik dalam rapat tingkat satu meskipun menuai berbagai kritik dari masyarakat.
Salah satu poin yang menjadi sorotan tajam dari publik adalah perluasan kewenangan bagi prajurit aktif TNI untuk menduduki jabatan di berbagai instansi sipil. Sebelumnya, terdapat 10 instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif.
Dalam revisi terbaru, penambahan empat instansi sipil menjadikan totalnya menjadi 14 instansi yang dapat ditempati oleh prajurit aktif. Empat instansi baru yang ditambahkan adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Terorisme, dan Badan Keamanan Laut, serta Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer).
Kritik utama muncul terkait kemungkinan RUU TNI ini bisa menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang banyak dianggap kontroversial pada masa Orde Baru. Publik khawatir bahwa perluasan ini dapat memberikan TNI pengaruh lebih besar dalam urusan sipil yang seharusnya menjadi ranah pemerintah sipil.
Selain soal jabatan sipil, RUU TNI juga menyepakati perubahan signifikan dalam kewenangan TNI, terutama yang berkaitan dengan operasi militer selain perang (OMSP).
Dalam pasal 7 ayat 2, ada dua tambahan kewenangan yang diberikan kepada TNI, yakni TNI dapat membantu menanggulangi ancaman siber dan melindungi serta menyelamatkan warga negara atau kepentingan nasional di luar negeri.
Meskipun semula ada usulan untuk melibatkan TNI dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika, usulan ini akhirnya dibatalkan dan tidak tercantum dalam naskah RUU yang disepakati.
RUU TNI juga menyepakati perubahan batas usia pensiun bagi prajurit TNI yang didasarkan pada kepangkatan. Batas usia pensiun ini terbagi dalam beberapa klaster, yaitu:
- Bintara dan tamtama: 55 tahun
- Perwira menengah (pangkat kolonel): 58 tahun
- Perwira tinggi bintang 1: 60 tahun
- Perwira tinggi bintang 2: 61 tahun
- Perwira tinggi bintang 3: 62 tahun
- Perwira tinggi bintang 4: 63 tahun, yang dapat diperpanjang maksimal dua tahun sesuai keputusan Presiden.
Perubahan batas usia pensiun ini diharapkan dapat memberikan ruang lebih panjang bagi prajurit TNI untuk berkarier di institusi militer, namun juga menimbulkan kekhawatiran terkait kemungkinan pengaruh yang lebih lama dalam pengambilan keputusan strategis.
Meski sudah mendapatkan persetujuan dari delapan fraksi di DPR, publik masih menyuarakan kekhawatirannya mengenai potensi pembalikan arah demokratisasi dan pengaruh besar TNI dalam kehidupan sipil. Beberapa kalangan mengingatkan bahwa pemberian kewenangan lebih luas kepada TNI bisa berisiko menggerus prinsip-prinsip negara demokrasi.