RUU PPRT Mandek, Lucius: Pimpinan DPR Sibuk Layani Elite, Bukan Rakyat

JAKARTA, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, melontarkan kritik keras terhadap pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Lucius menilai alasan Puan yang menyebut pembahasan RUU PPRT tidak boleh terburu-buru justru mengindikasikan lemahnya keberpihakan DPR terhadap kelompok rentan, khususnya pekerja rumah tangga.

Read More

“Hal ini menunjukkan DPR semakin menjauh dari kepentingan rakyat kecil karena lebih fokus melayani elite politik dan kepentingan oligarki. DPR seperti menjadi pabrik legislasi bagi kepentingan sendiri dan para pemilik kekuasaan,” ujar Lucius kepada wartawan, Jumat (25/7/2025).

Menurut Lucius, proses legislasi selama ini menunjukkan bahwa DPR lebih cepat dalam menangani RUU yang memiliki kepentingan politis bagi elite, namun lamban dalam membahas regulasi yang menyangkut nasib kelompok rentan seperti PRT.

“DPR tampak responsif terhadap RUU yang menguntungkan elite, namun lamban dalam merespons RUU yang melindungi kelompok rentan seperti PRT,” jelasnya.

Ia juga menyoroti bahwa para pekerja rumah tangga yang jumlahnya mencapai jutaan, bahkan ada yang bekerja di rumah anggota DPR sendiri, masih belum mendapatkan perlindungan hukum yang layak.

Pernyataan Puan bahwa pembahasan RUU PPRT “tidak boleh terburu-buru” disampaikan seusai Rapat Paripurna DPR pada Selasa (23/7/2025). Puan menyatakan bahwa perlindungan terhadap PRT penting, namun pembahasannya perlu kehati-hatian agar tidak menimbulkan polemik baru.

“Kami tidak ingin pembahasan ini terburu-buru, agar tidak ada pihak yang dirugikan,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (17/7/2025).

Namun publik mengingat pernyataan berbeda dari Puan pada 9 Maret 2023, saat menyatakan bahwa RUU PPRT belum layak dibawa ke Paripurna, meskipun Presiden Jokowi telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

“Keputusan Rapim saat itu menyetujui untuk melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Saat itu dirasa belum tepat untuk diagendakan dalam rapat Bamus dan masih memerlukan pendalaman,” ujar Puan dalam keterangan tertulis, Kamis (9/3/2023).

RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sudah diperjuangkan sejak tahun 2004 dan masuk dalam Prolegnas Prioritas, namun belum juga disahkan hingga pertengahan 2025. Padahal, menurut data organisasi buruh, terdapat sekitar 10 juta PRT di Indonesia yang bekerja tanpa jaminan hukum dan rentan mengalami kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi.

Lucius menilai, janji DPR yang tak kunjung terealisasi menunjukkan tidak adanya komitmen nyata dalam melindungi PRT.

“Janji pembahasan RUU PPRT yang terus diulur justru mencerminkan pencitraan semu DPR tanpa realisasi nyata perlindungan terhadap PRT,” tegasnya.

Related posts

Leave a Reply