RUU Cipta Kerja akan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha UMKM dan koperasi.
PEMERINTAH telah merumuskan Visi Indonesia Maju 2045 sebagai langkah strategis menjadikan Indonesia sebagai lima besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045. Untuk mewujudkannya, pemerintah mengharapkan adanya gelombang investasi guna mempercepat proses pembangunan.
Kenyataan dilapangan terjadi tumpang-tindih dan ketidak harmonisan undang-undang sektoral menjadi hambatan utama untuk menciptakan iklim berinvestasi yang ramah bagi para investor. Banyaknya tafsir dari berbagai pihak, membuat Rancangan Undang Undang Cipta Kerja menjadi perhatian di tengah masyarakat.
Tim Redaksi Dnews kali ini berkesempatan mewawancarai Mentrei Koordinator Bidang Perekonomian, Ir Airlangga Hartarto mengenai RUU Cipta Kerja. Berikut petikan wawancaranya.
Dapatkah digambarkan dengan sederhana, apa spirit dari Omnibus Law dalam RUU Cipta Kerja?
Spirit dari Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) yang menggunakan metode Omnibus Law dalam penyusunannya adalah memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga masyarakat yang saat ini belum masuk dalam pekerjaan formal (penganggur, paruh waktu, maupun informal) atau calon pekerja baru yang akan masuk kedalam lapangan kerja dapat tersedia lapangan pekerjaan formal atau dapat berwirausaha melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Untuk membuka atau penyediaan lapangan kerja tersebut, diperlukan adanya investasi baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri, serta pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional yang dilakukan oleh Pemerintah. Untuk meningkatkan investasi tersebut, diperlukan adanya peningkatan daya saing nasional, efisiensi birokrasi dan kepastian dalam perizinan berusaha, serta memberikan insentif dalam mendorong UMKM serta koperasi. Sedangkan untuk pekerja yang telah masuk dalam pekerjaan formal, tetap dilakukan peningkatan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan.
Apa yang menjadi tujuan dan target pemerintah dari Omnibus Law Cipta Kerja?
Tujuan RUU Cipta Kerja sebagaimana yang tercermin dalam spirit-nya, adalah melakukan transformasi ekonomi yaitu perubahan mendasar melalui reformasi struktural dan rekonfigurasi perekonomian, agar mampu memanfaatkan bonus demografi untuk mendorong perekonomian serta mampu keluar dari middle income trap sehingga menjadi negara maju. Transformasi ekonomi tersebut memerlukan langkah besar yang diawali dengan reformasi regulasi melalui RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan.
Apa yang menjadi titik berat Omnibus Law Cipta Kerja?
Titik berat RUU Cipta Kerja adalah mengatasi berbagai hambatan yang ada dalam pelaksanaan transformasi ekonomi, yaitu:
Adanya obesitas regulasi atau hyper regulation baik pada tingkat pusat maupun daerah. Tercatat saat di Kementerian Hukum dan HAM terdapat 43.604 peraturan yang terdiri dari: 8.486 Peraturan Pusat, 14.815 Peraturan Menteri, 4.337 Peraturan LPNK dan 15.966 Peraturan Daerah.
Peringkat daya saing nasional masih rendah. Hal ini antara lain dari Doing Business in Indonesia. Dari hasil survei tersebut, terlihat beberapa faktor utama permasalahan untuk berusaha di Indonesia, yaitu: 1. Korupsi; 2. Inefisiensi Birokrasi; 3. Akses Pendanaan; 4. Infrastruktur; 5. Kepastian Kebijakan; 6. Kenaikan Upah; dan lainnya.
Kebutuhan pekerjaan formal tinggi. Data angkatan kerja yang tidak atau belum bekerja dan bekerja tidak penuh. Data menunjukkan meski pengangguran menurun, tapi masih terdapat pengangguran sebanyak 7,05 juta orang. Begitu juga angkatan kerja baru sebanyak 2,24 juta orang dan setengah penganggur 8,14 juta orang. Demikian juga pekerja paruh waktu 28,41 juta orang. Jumlah ini ditotalkan sebanyak 45,84 juta orang atau 34,4 persen dari angkatan kerja bekerja tidak penuh.
Investasi. Realisasi investasi hanya sekitar Rp800 triliun dan hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1,03 juta orang.
Pemberdayaan UMKM dan Koperasi. Kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 60,34 persen yang menyerap lebih dari 97,02 persen dari total tenaga kerja, dan kontribusi terhadap ekspor sebesar 14,17 persen. Kontribusi koperasi terhadap PDB sebesar 5,1 persen.
Perizinan berusaha. Proses perizinan saat ini masih berdasarkan prinsip licensing base, sehingga seluruh kegiatan harus memiliki izin dengan berbagai persyaratan dan prosedur yang rumit, panjang, dan tidak pasti, serta adanya tumpang tindih perizinan untuk suatu kegiatan usaha. Disamping itu, perizinan belum menerapkan standar yang berlaku secara nasional.
Kepastian hukum. Beberapa undang-undang sektor masih menerapkan ketentuan pidana (criminal law) untuk kesalahan yang bersifat administrasi (administrative law), sehingga hal ini tidak memberikan kepastian hukum dalam berusaha.
Untuk itu, dari 15 bab dan 174 pasal RUU Cipta Kerja, substansi RUU Cipta Kerja lebih memfokuskan kepada: peningkatan ekosistem investasi (penyederhanaan perizinan berusaha dan memperluas bidang investasi), percepatan penyediaan lahan, percepatan proyek strategis nasional serta pelaksanaan investasi pemerintah, kemudahan dan perlindungan UMKM dan koperasi, serta memberikan kemudahan berusaha. Porsi pengaturan hal tersebut sebesar 86,5 persen dari pengaturan di RUU Cipta Kerja. Selanjutnya, substansi dalam RUU Cipta Kerja mengenai ketenagakerjaan, kawasan ekonomi, pengenaan sanksi, dan riset dan inovasi.
Apa keuntungan dari Omnibus Law Cipta Kerja, khususnya dari segi ekonomi, investasi dan perizinan?
Sudah pasti RUU Cipta Kerja akan memberikan keuntungan bagi semua pelaku usaha, terutama pelaku usaha UMKM dan koperasi. Dengan RUU Cipta Kerja yang menerapkan penyederhanaan perizinan berusaha, melalui penerapan konsep perizinan berbasis risiko (risk based approach), maka prosedur perizinan lebih mudah dan pasti. Pendekatan perizinan berbasis risiko adalah penetapan jenis perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha tersebut. Semakin tinggi potensi risiko yang ditimbulkan oleh aktivitas bisnis tertentu, semakin ketat kontrol dari Pemerintah dan semakin banyak perizinan yang dibutuhkan atau inspeksi yang dilakukan.
Prinsip utama dalam penerapan konsep perizinan berbasis risiko adalah trust but verify, artinya untuk kegiatan yang bersifat rendah dan menengah khususnya tidak diperlukan izin sebagai bentuk persetujuan Pemerintah untuk melakukan usaha tersebut Pemerintah diberikan kepercayaan kepada pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usahanya sesuai standar yang telah ditetapkan Pemerintah, namun tetap Pemerintah mempunyai kewenangan untuk melakukan verifikasi (inspeksi) atas penyelenggaraan kegiatan usaha tersebut. RUU Cipta Kerja juga mendorong dan meningkatkan pelaksanaan perizinan secara elektronik, yang saat ini telah dijalankan melalui Sistem OSS. Diharapkan ke depan dengan penerapan standar serta berbasis risiko, perizinan lebih mudah dan dapat diselesaikan melalui OSS yang beroperasi 24 jam dan 7 hari seminggu. Dengan RUU Cipta Kerja, keuntungan khusus bagi UMKM dan koperasi antara lain berupa kemudahan dalam perizinan melalui penerapan perizinan tunggal, adanya insentif bagi usaha menengah dan besar yang bermitra dengan UMKM, adanya insentif fiskal dan pembiayaan, diberikannya fasilitas layanan bantuan hukum serta memprioritaskan produk/jasa UMK dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah. Berdasarkan perhitungan ekonomi, RUU Cipta Kerja akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen, peningkatan investasi sebesar 6,6-7 persen, peningkatan pendapatan dan daya beli serta peningkatan konsumsi sebesar 5,4-5,6 persen. Disamping itu akan dapat meningkatkan PDB per kapita/bulan dari hitungan tahun 2019 sebesar Rp 4,6 juta menjadi Rp 6,8 juta-Rp7 juta pada 2024 dan pada 2045 dapat mencapai sebesar Rp27 juta.
Omnibus Law Cipta Kerja mendapat pro kontra di tengah masyarakat, apa yang akan dan sudah dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan sosialisasi tentang Omnibus Law Cipta Kerja?
Pemerintah terus akan melakukan sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan, baik kepada pekerja, pelaku usaha, asosiasi, universitas/akademisi, lembaga masyarakat, dan kepada pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Informasi mengenai RUU Cipta Kerja, naskah akademik, serta bahan-bahan penjelasan telah dimuat di dalam situs Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu www.ekon.go.id. Disamping itu telah juga dibuka hotline untuk memberikan informasi kepada masyarakat melalui sambungan telepon nomor 021-22341111 / 021-22342222 atau di email ciptakerja@ekon.go.id.
Apakah betul Omnibus Law Cipta Kerja mengubah kewenangan desentralisasi yang dimiliki daerah akan diambil oleh pemerintah pusat atau menjadi sentralisasi?
RUU Cipta Kerja tidak mereduksi kewenangan pemerintah daerah, yang diatur lebih kepada standar bisnis proses perizinan yang dituangkan dalam Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK). NSPK ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintah Pusat berwenang untuk menetapkan NSPK dan melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Penetapan NSPK mengacu atau mengadopsi praktik yang baik (sesuai standar atau ketentuan yang berlaku secara internasional). Kewenangan perizinan berusaha yang dilaksanakan oleh menteri/kepala lembaga dan pemerintah daerah sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah dan dilakukan berdasarkan NSPK.
Melihat banyaknya pro kontra di tengah masyarakat, apakah ada kemungkinan draft RUU Cipta Kerja mengalami perubahan?
RUU Cipta Kerja masih terbuka untuk dibahas dan diharmonisasikan di DPR. Masukan dan penyempurnaan rumusan akan dimuat dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disusun DPR dan untuk itu DPR dapat mengundang masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pembahasan DIM dimaksud sesuai dengan mekanisme yang ada. Aspirasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang disampaikan kepada Pemerintah akan dibawa dalam pembahasan dengan DPR. RUU akan diundangkan setelah keputusan paripurna DPR sesuai mekanisme pembentukan UU.
Salah satu klaster di dalam Omnibus Law Cipta Kerja adalah dukungan riset dan inovasi. Dapat dijelaskan dengan sederhana, apa yang dimaksud dengan dukungan riset dan inovasi tersebut?
Riset dan inovasi membutuhkan konsistensi dan pembiayaan yang cukup, dan untuk itu disadari bahwa pelaksanaan dan pembiayaan tidak hanya disandarkan kepada Pemerintah. Untuk itu diperlukan adanya partisipasi dari swasta dan BUMN. Pelibatan partisipasi swasta dan BUMN, antara lain melalui insentif perpajakan yaitu tax deduction. Khusus untuk BUMN, melalui RUU Cipta Kerja BUMN dapat ditugaskan khusus untuk melakukan riset, pengembangan, dan inovasi. Hal ini menjadi bagian dari Public Service Obligation (PSO). Dalam RUU Cipta Kerja juga ditetapkan kebijakan Pemerintah yaitu meningkatkan dan mengembangkan produk invensi dan inovasi nasional yang diekspor keluar negeri.