Puluhan Tahun Tak Tuntas, Konflik Tanah TNI AU dan Masyarakat di Jabar Disorot DPR

JAKARTA, Konflik agraria di Jawa Barat yang melibatkan masyarakat, TNI Angkatan Udara (TNI AU), serta sejumlah kementerian dan lembaga, kembali menjadi sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat, Yuniar Hikmat Ginanjar, mengungkapkan bahwa berbagai persoalan pertanahan ini sudah berlangsung selama puluhan tahun tanpa penyelesaian yang konkret.

“Konflik masyarakat dengan TNI AU di Jawa Barat cukup banyak dan belum menunjukkan perubahan berarti hingga saat ini,” ujar Yuniar dalam RDP di Senayan, Senin (19/5/2025).

Read More

Salah satu konflik pertanahan terpanjang tercatat terjadi di wilayah Bandung dan Cimahi, tepatnya dalam Peta 76 yang berada di bawah penguasaan TNI AU Husein Sastranegara. Sengketa ini telah berlangsung hampir 50 tahun dan belum menemukan titik terang.

Selain itu, konflik juga mencakup:

  • Tanah Atang Sanjaya, Kabupaten Bogor
  • Lahan TNI AU di Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi
  • Tanah Lanud Sukatani, Kabupaten Majalengka

“Tanah Lanud Sukatani itu juga termasuk yang sekian tahun tidak selesai,” tambah Yuniar.

Tak hanya dengan TNI AU, konflik juga melibatkan masyarakat dengan kementerian dan lembaga negara di beberapa lokasi strategis di Jawa Barat:

  • Desa Mulya Sari dan Mulya Sejati, Karawang (kawasan kehutanan)
  • Wilayah PLTU Kanci
  • Eks HGU Sampora, Margawindu, dan Tamiang Sapu
  • Kompleks Transmigrasi Lokal Langensari, Kota Banjar
  • Lahan eks HGU PT. PDAP seluas 1.947 Ha di Sumedang

Sebagian besar lahan tersebut telah beralih fungsi dan dikuasai masyarakat, meskipun secara administratif masih tercatat sebagai aset negara atau BUMD.

Menanggapi laporan tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyampaikan desakan keras kepada Kementerian ATR/BPN agar segera mencarikan solusi konkrit.

“Konflik seperti ini bukan hanya terjadi di Jabar, tapi juga di tempat saya di Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Aset 5×5 km yang diklaim TNI AU mencakup kampung, sawah, dan lain-lain. Hingga sekarang, belum ada solusi,” kata Rifqinizamy.

Ia juga menyoroti persoalan tumpang tindih kepemilikan tanah antara masyarakat yang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dengan klaim aset kementerian yang tidak dikuasai secara fisik.

“HGB mau diperpanjang saja susahnya minta ampun karena tanah yang dikuasai masyarakat justru masuk ke daftar aset negara,” keluhnya.

Rifqinizamy menegaskan bahwa masalah ini merupakan pekerjaan rumah bersama yang tidak boleh dibiarkan terus berlarut.

“Ini pekerjaan rumah kita bersama, jangan sampai tidak ada solusi. Kita butuh koordinasi lintas kementerian agar keadilan agraria bisa terwujud,” tutupnya.

Related posts

Leave a Reply