KUPANG, Wakil Bupati Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Agustinus Payong Boli mengatakan, proses perdamaian secara adat Lamaholot antara dua suku yang bertikai di Pulau Adonara memperebutkan lahan sudah mulai berjalan.
“Saya baru mengunjungi keluarga dua suku yang bertikai dan saya melihat bahwa proses perdamaian secara niat sudah berjalan, tinggal saja secara adat budaya Lamaholot,” kata Agus Payong Boli.
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan perkembangan proses perdamaian antardua suku yang bertikai sebagai buntut dari saling klaim lahan di Wulen Wata, Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara pada (5/3) 2020 yang menyebabkan enam orang meninggal.
Menurut dia, secara niat, proses perdamaian sesungguhnya sudah berjalan diantara kedua suku yang bertikai. Namun perdamaian ini membutuhkan waktu, agar ketika sampai puncak perdamaian nantinya, semua suku-suku sehati sesuara berdamai demi generasi berikutnya.
Dia menjelaskan, dalam pertemuan dengan kedua suku, perwakilan dari suku Kwaelaga menginginkan proses damai secara adat budaya Lamaholot tetapi hukum juga mesti di tegakan.
Demikian juga dari Lamatokan yang mengharapkan pemerintah sebagai orang Adonara dapat memfasilitasi proses perdamaian adat kedua belah pihak, kata Wabup mengutip hasil pertemuan dengan kedua suku bertikai.
“Semua tentu menghargai proses hukum berjalan, tetapi untuk jangka panjang mesti harus ada ritual perdamaian secara adat Lamaholot untuk warisi cerita baik kepada generasi berikutnya,” kata Agus Boli.
Artinya, pemerintah mendukung perdamaian secara adat untuk jangka panjang supaya tidak lagi terjadi pertumpahan darah di kemudian hari, katanya.
Dalam bahasa Lamaholot “Tite Nayu baya hode limat, gelu neak, pekat wayak puken titen opu pain, kakan keru arin baki, ti bauk ere rua pati nubun beda baran lali gere pana ake todok wato tonu besi,gawe ake walet amut kayo olak”.
Artinya proses perdamaian secara adat itu penting untuk masa depan, karena kita hidup satu kampung sebagai saudara dan supaya generasi berikut tidak lagi terjerembap dalam “dendam perang” lagi. (ant)