JAKARTA, Presiden terpilih Prabowo Subianto akan segera mengambil keputusan terkait polemik kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut). Keputusan ini dijadwalkan akan diambil dalam pekan depan setelah Prabowo berkomunikasi langsung dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, pada Sabtu (14/6/2025) malam. Ia menyebut Prabowo turun tangan langsung untuk menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung puluhan tahun itu.
“Dalam pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” ujar Dasco kepada awak media.
Dasco menegaskan bahwa Prabowo telah berkomunikasi intensif dengan DPR untuk memahami dinamika yang terjadi di lapangan. Hasilnya, Presiden memutuskan untuk mengambil alih penanganan persoalan batas wilayah yang memicu ketegangan antara Aceh dan Sumut.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” jelas Dasco.
Sengketa ini kembali mencuat setelah Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Dalam keputusan yang diteken pada 25 April 2025 tersebut, empat pulau yang sebelumnya diklaim oleh Aceh, dinyatakan masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Adapun keempat pulau yang menjadi objek sengketa adalah:
-
Pulau Lipan
-
Pulau Panjang
-
Pulau Mangkir Besar
-
Pulau Mangkir Kecil
Langkah Kemendagri ini memicu protes dari sejumlah kalangan di Aceh. Pemerintah Provinsi Aceh mengklaim memiliki bukti historis dan kultural atas empat pulau tersebut. Di sisi lain, Pemprov Sumut berpegang pada data hasil survei wilayah terbaru yang dilakukan Kemendagri.
Konflik ini juga memunculkan reaksi keras di DPR. Beberapa anggota legislatif bahkan mendesak Presiden Prabowo untuk memberikan sanksi kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang dinilai gegabah dalam mengeluarkan keputusan tanpa memperhatikan aspek historis dan sosial masyarakat lokal.
Mereka khawatir, jika konflik ini tidak diselesaikan dengan pendekatan yang adil dan bijak, dapat memicu instabilitas sosial serta konflik horizontal antarwarga di perbatasan wilayah.