JAKARTA, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir 843 rekening Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan afiliasinya. PPATK mengatakan total ada uang Rp 1,7 triliun yang mengalir ke ACT dari ratusan rekening tersebut.
“Jadi PPATK melihat ada Rp 1,7 triliun uang yang mengalir ke ACT,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kemensos, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Ivan mengatakan, dari jumlah tersebut, 50 persen dana yang diterima mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi dengan pihak pribadi di ACT. Dia menduga uang tersebut dipergunakan secara tidak akuntabel.
“Dan kita melihat lebih dari 50 persennya itu mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi gitu ya, dan itu kan angkanya masih Rp 1 triliunan ya yang kita lihat ya. Sementara ini masih kita duga dipergunakan oleh, secara tidak prudent-lah, tidak akuntabel,” tutur dia.
PPATK kemudian menjelaskan siapa saja entitas yang menerima aliran dana tersebut. Mereka adalah anak usaha ACT yang kemudian uangnya mengalir ke pengurus yayasan filantropi itu.
“Kan ada kelompok-kelompok di masing-masing. Jadi ACT itu punya kegiatan-kegiatan usaha lain. Jadi kegiatan usaha lain itu yang kemudian menerima dana, dan dana itu ada kembali lagi ke pengurus, gitu, seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kelompok-kelompok kegiatan usaha di bawah entitas A ini dimiliki oleh, terafiliasi dengan para pemilik di A-nya tadi,” papar Ivan.
Ivan mengungkapkan aliran dana yang seharusnya disalurkan ACT ke masyarakat itu kemudian disalahgunakan untuk membayar kesehatan hingga membeli rumah. Aliran dana itu, lanjutnya, tidak dipergunakan untuk kepentingan sosial,
“Jadi kita melihat ada kepentingan untuk buat pembayaran kesehatan, pembelian vila, kemudian pembelian apa, pembelian rumah, pembelian aset, segala macam yang memang tidak diperuntukkan buat kepentingan sosial,” kata dia.
Presiden dan Eks Presiden ACT Jadi Tersangka
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana donasi. Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya terancam hukuman 20 tahun penjara.
“Kalau TPPU sampai 20 tahun,” kata Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7).
Dua tersangka lainnya adalah Hariyana Hermain, yang merupakan salah satu Pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Ada juga tersangka lain, yakni Novariandi Imam Akbari (NIA), selaku Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempatnya pun disangkakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.
Selain itu, Ibnu Khajar dkk disangkakan Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE. Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.