Pertamina Mulai Produksi Biodiesel B40

Foto: Ist

JAKARTA, Kilang Pertamina Internasional (KPI) resmi memulai implementasi program Biodiesel 40% atau B40 sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mendukung swasembada energi dan mencapai target net zero emission pada 2060. Program B40 ini merupakan campuran bahan bakar nabati berbasis CPO (minyak kelapa sawit) atau Fatty Acid Methyl Esters (FAME) sebesar 40%, dengan bahan bakar minyak jenis solar 60%.

Mandatori Pemerintah untuk Biodiesel B40

Read More

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 mengatur pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel 40% untuk campuran bahan bakar minyak jenis solar. Program ini adalah langkah nyata dalam mendukung ketahanan energi nasional, sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman, menjelaskan bahwa produksi B40 ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai net zero emission di tahun 2060 dan mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), terutama dalam hal akses energi yang terjangkau dan ramah lingkungan.

Produksi Perdana B40 dari Kilang Plaju dan Kilang Kasim

Untuk tahap awal, produksi B40 difokuskan pada dua kilang utama, yaitu Kilang Plaju di Sumatera Selatan dan Kilang Kasim di Papua Barat Daya. Kilang Plaju ditargetkan untuk memproduksi 119.240 kiloliter (KL) B40 per bulan, sementara Kilang Kasim menargetkan 15.898 KL per bulan.

Hari ini, KPI melakukan penyaluran perdana B40 sebanyak 5.000 KL dari Kilang Plaju dan 4.600 KL dari Kilang Kasim. Taufik Aditiyawarman menegaskan bahwa kesiapan fasilitas di kedua kilang ini menunjukkan komitmen Pertamina untuk menyediakan energi yang lebih baik dari sisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan keberlanjutan.

Peningkatan Produksi Biodiesel pada 2025

Pada tahun 2025, pemerintah menetapkan alokasi biodiesel B40 sebanyak 15,6 juta KL, dengan 7,55 juta KL untuk sektor Public Service Obligation (PSO) dan sisanya, 8,07 juta KL, untuk sektor non-PSO. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan biodiesel dalam industri dan transportasi, serta mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari bahan bakar fosil.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa meskipun konsumen sektor non-PSO akan mengalami kenaikan harga sekitar Rp 1.500-2.000 per liter, kebijakan ini tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi. Hal ini berdasarkan studi yang telah dilakukan sebelum kebijakan diberlakukan.

Harga B40 dan Dampaknya pada Konsumen

Dengan diberlakukannya mandatori B40, harga bahan bakar biodiesel diperkirakan akan meningkat sekitar Rp 13.000 per liter untuk sektor non-PSO. Meskipun demikian, pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan mempengaruhi inflasi secara signifikan, berkat kajian dan perencanaan matang yang telah dilakukan sebelumnya.

Komitmen Pertamina untuk Energi Berkelanjutan

Taufik Aditiyawarman juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang mendukung pelaksanaan produksi B40, baik dari pihak internal maupun eksternal. Pertamina, melalui KPI, berkomitmen untuk terus mengembangkan dan memproduksi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan energi di Indonesia.

Related posts

Leave a Reply