JAKARTA, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa menyebutkan bahwa Singapura menjadi negara yang menduduki peringkat teratas berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan Global, mengalahkan Indonesia di peringkat 62.
Meski 90 persen pangan yang dikonsumsi masyarakat Singapura dipenuhi lewat impor, hal tersebut tidak membuktikan indeks ketahanan pangan suatu negara menjadi lemah.
“Singapura ini 90 persen pangan yang dikonsumsi masyarakatnya diimpor. Jadi ketahanan pangan tidak ada kaitannya dengan kapasitas produksi dalam negeri, pokoknya pangan tersedia,” kata Dwi Andreas dalam webinar di Jakarta, Kamis.
Dwi menjelaskan indeks ketahanan pangan Indonesia terus mengalami perbaikan, yakni dari peringkat 75 dari 113 negara pada 2015, menjadi peringkat 62 pada 2019.
Sejumlah faktor yang menyebabkan indeks ketahanan pangan tersebut meningkat yakni affordability atau kapasitas masyarakat untuk mengakses pangan, serta availability atau ketersediaan pangan.
Sementara aspek lain yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan peringkat indeks tersebut adalah quality atau kualitas dan safety atau keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.
“Indonesia ini tergolong negara-negara yang kualitas dan keamanan pangannya seperempat terendah di dunia. Ini yang harus diperhatikan,” kata Dwi.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan selain peringkat Indeks Ketahanan Pangan Global yang meningkat, prevalensi stunting Indonesia juga mengalami penurunan dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 27,67 persen pada 2019.