JAKARTA, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru yang menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin secara nasional, namun dengan ironi: angka kemiskinan di wilayah perkotaan justru mengalami peningkatan.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, mengungkapkan bahwa per Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang, turun sekitar 200.000 jiwa dibandingkan September 2024 yang tercatat sebanyak 24,06 juta orang. Namun, tren yang mengkhawatirkan muncul dari wilayah perkotaan.
“Penduduk miskin di kota meningkat sekitar 0,07% pada Maret 2025 dibandingkan September 2024,” ujar Ateng dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/7).
Data BPS menunjukkan persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 6,66% menjadi 6,73%, sedangkan di pedesaan justru turun dari 11,34% menjadi 11,03%. Artinya, meski jumlah absolut penduduk miskin menurun, peningkatan terjadi secara spesifik di daerah perkotaan, tempat di mana biaya hidup dan ketergantungan pada harga pasar sangat tinggi.
Ateng menjelaskan ada tiga faktor utama yang menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin di kota:
-
Naiknya Jumlah Setengah Menganggur
-
Pada Februari 2025, jumlah masyarakat setengah menganggur di perkotaan meningkat sebanyak 0,46 juta jiwa dibandingkan Agustus 2024.
-
Mereka bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan masih mencari pekerjaan, mencerminkan ketidakstabilan pendapatan rumah tangga urban.
-
-
Lonjakan Harga Komoditas Pangan
-
Harga sejumlah bahan pokok seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih mengalami kenaikan signifikan.
-
“Penduduk kota tergantung pada harga pasar. Tidak seperti di desa yang bisa memproduksi sendiri,” jelas Ateng.
-
-
Kenaikan Pengangguran Laki-laki di Kota
-
Meskipun tingkat pengangguran terbuka nasional turun dari 4,91% ke 4,76%, pengangguran laki-laki di perkotaan justru naik dari 5,87% menjadi 6,06%.
-
Laki-laki dianggap sebagai tulang punggung ekonomi rumah tangga, sehingga peningkatan ini berdampak langsung pada daya tahan ekonomi keluarga.
-
Kenaikan harga dan ketidakstabilan pekerjaan membuat daya beli rumah tangga miskin dan rentan miskin semakin tertekan. BPS memperingatkan bahwa kelompok rentan bisa dengan mudah tergelincir menjadi miskin saat terjadi guncangan ekonomi seperti inflasi pangan atau kehilangan pekerjaan.
“Kalau daya beli turun, rumah tangga rentan bisa jatuh ke bawahnya dengan sangat mudah,” tambah Ateng.