JAKARTA, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun peta jalan penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dengan kadar 10 persen atau dikenal dengan istilah E10.
Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan pada impor BBM sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan menciptakan lapangan kerja baru.
“Tujuannya apa? Kita mengurangi impor. Dan etanol ini didapatkan dari singkong atau dari tebu. Ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi daerah, dan sekaligus membantu pemerintahan,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Investor Daily Summit 2025, Kamis (9/10/2025).
Bahlil menegaskan bahwa penggunaan etanol sebagai bahan bakar bukanlah hal baru di dunia. Ia mencontohkan sejumlah negara yang sudah sukses mengadopsi etanol sebagai campuran bensin secara masif.
Di Brazil, bensin telah dicampur etanol hingga 27%, bahkan di beberapa negara bagian sudah mencapai 100% (E100). Amerika Serikat sudah menggunakan campuran E10 hingga E85, tergantung wilayah. Sementara India dan Thailand telah mencapai E20, dan Argentina E12.
“Jadi sangatlah tidak benar kalau dibilang etanol itu tidak bagus. Buktinya, di negara-negara lain sudah pakai barang ini,” tegas Bahlil.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyebut bahwa Indonesia juga bersiap membangun infrastruktur produksi etanol dalam negeri.
Salah satunya adalah pembangunan pabrik etanol skala besar di Merauke, Papua Selatan, yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2027. Produksi dari fasilitas ini diperkirakan mencapai antara 150 ribu hingga 300 ribu kiloliter etanol per tahun.
“Intinya di Papua kalau tidak salah, saya mendengarnya sih ada 300 ribu, 150 ribu sampai 300 ribu kiloliter ya, etanol per tahun,” kata Eniya di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Menurut Eniya, hampir seluruh negara maju telah menerapkan kebijakan pencampuran etanol dalam BBM. Di Eropa, etanol E10 menjadi standar minimum, sementara di Amerika, Brazil, Thailand, hingga India sudah melampaui angka tersebut.
“Negara lain sudah banyak. Di peta itu, Amerika sudah E20, Brazil sudah fleksibel. Kebijakan mereka kalau tidak salah E35 sampai E100. Thailand E20, India juga E20, dan negara-negara Eropa umumnya sudah E10,” jelasnya.
Kebijakan E10 ini merupakan bagian dari strategi besar transisi energi nasional. Selain untuk menekan ketergantungan pada BBM fosil impor, etanol juga dinilai sebagai sumber energi ramah lingkungan yang dapat dikembangkan dari sumber daya lokal seperti tebu dan singkong.