Pemerintah Kucurkan Rp 200 Triliun dari SAL ke Bank Nasional, Disebut sebagai Langkah Reflasi

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa saat melakukan rapat kerja dengan komisi XI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/9/2025). (Tangkapan Layar Youtube/DPR RI)

JAKARTA,  Pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalurkan dana sebesar Rp 200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) negara ke lima bank nasional. Kebijakan ini disebut sebagai langkah strategis untuk meningkatkan likuiditas perbankan dan memulihkan daya beli masyarakat.

Langkah ini dinilai sebagai bentuk kebijakan reflasi yang sudah lama ditunggu pelaku pasar, terutama di tengah lesunya permintaan domestik dan tekanan fiskal yang berkepanjangan.

Read More

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai kebijakan Menkeu Purbaya sebagai langkah yang tepat meski datang agak terlambat.

“Purbaya adalah menteri reflasi. Kebijakan peningkatan likuiditas perbankan memang agak terlambat, tetapi sangat penting untuk menggerakkan kembali roda ekonomi,” ujar Fakhrul di Jakarta, Kamis (11/9/2025), dikutip dari Infopublik.id.

Fakhrul menjelaskan bahwa selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung tertahan oleh kebijakan kontraktif, imbas dari kuatnya dolar AS dan fokus terhadap stabilitas ketimbang ekspansi. Hal ini menyebabkan pemulihan ekonomi yang tidak merata.

Apa Itu Reflasi?

Menurut Investopedia, reflasi adalah serangkaian kebijakan fiskal atau moneter yang bertujuan memperbesar output ekonomi, merangsang pengeluaran, dan menahan laju deflasi, terutama setelah masa kontraksi atau resesi.

Kebijakan reflasi biasanya meliputi:

  • Pemotongan pajak untuk meningkatkan belanja masyarakat dan pelaku usaha,

  • Penurunan suku bunga agar biaya pinjaman lebih murah,

  • Peningkatan jumlah uang beredar oleh bank sentral,

  • Investasi besar dalam proyek strategis untuk menyerap tenaga kerja dan mendorong permintaan agregat.

Penempatan dana SAL ke perbankan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit, terutama ke sektor-sektor produktif. Lima bank nasional, termasuk bank milik negara (Himbara), akan menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam menyalurkan dana ke sektor riil.

Fakhrul menyebutkan, kebijakan ini idealnya diikuti dengan realisasi belanja yang terarah dan berkualitas tinggi, terutama dalam program-program prioritas nasional seperti:

  • Makan Bergizi Gratis (MBG),

  • Koperasi Merah Putih,

  • Pembangunan rumah rakyat,

  • Proyek padat karya.

Fakhrul juga mendorong pemerintah memberikan insentif rekrutmen tenaga kerja baru, khususnya di sektor padat karya. Salah satu opsinya adalah subsidi gaji pekerja baru, agar perusahaan mampu bertahan sekaligus menyerap lebih banyak tenaga kerja.

“Masalah utama kita saat ini ada di sisi permintaan, bukan penawaran. Karena itu, stimulus yang memperkuat daya beli masyarakat adalah kunci,” tegas Fakhrul.

Keberhasilan kebijakan reflasi, menurut Fakhrul, sangat bergantung pada koordinasi lintas lembaga — antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan pemerintah daerah. Ia menekankan bahwa komunikasi yang kuat akan menjadi sinyal positif bagi pasar.

“Reflasi hanya bisa berhasil bila semua elemen pemerintah bergerak bersama, dengan pesan yang jelas kepada pasar dan masyarakat,” imbuhnya.

Related posts

Leave a Reply