JAKARTA, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset akan dilakukan setelah penyelesaian revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini dilakukan demi memastikan adanya dasar hukum yang solid dan terintegrasi dalam sistem perundang-undangan nasional.
“Iya betul begitu, karena aspek-aspek perampasan aset itu kan ada di Undang-Undang Tipikor, TPPU, ada di KUHP, KUHAP. Sehingga kemudian setelah selesai semua, baru kita bisa bahas RUU itu,” ujar Dasco kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Menurut Dasco, pengaturan perampasan aset tidak bisa berdiri sendiri tanpa terlebih dahulu merampungkan aturan-aturan induk yang menjadi fondasi hukum pidana nasional. Ia menyebut, proses ini penting agar pelaksanaan RUU Perampasan Aset ke depannya bisa berjalan efektif dan tidak menimbulkan tumpang tindih aturan.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil juga menyampaikan pandangan senada. Ia menegaskan bahwa pembahasan RUU tersebut akan dilakukan secara komprehensif setelah revisi KUHAP rampung.
“Jadi kalau hukum pidana sudah selesai, sudah terang benderang, maka perampasan aset itu bisa didiskusikan kembali,” kata Nasir di DPR, Kamis (19/6/2025).
Nasir menambahkan, beberapa pakar hukum berpendapat bahwa saat ini pembentukan UU Perampasan Aset belum bersifat mendesak, mengingat sejumlah instrumen hukum terkait sudah tersedia dalam berbagai undang-undang yang ada.
“Masih butuh waktu dan pemikiran yang lebih jernih. Kami juga akan melihat apakah badan pemulihan aset yang ada di Kejaksaan Agung masih relevan untuk memulihkan aset-aset yang disita dari kejahatan korupsi,” jelasnya.
Lebih jauh, Nasir menekankan pentingnya revisi KUHAP sebagai pondasi utama dalam upaya reformasi hukum pidana di Indonesia. Ia menyebut, proses pembuktian dalam hukum pidana harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Kami fokus menyelesaikan hukum acara pidana karena itu kami anggap sebagai jalan terang untuk mengungkapkan kasus kejahatan. Pembuktian pidana itu harus lebih terang dari cahaya. Oleh karena itu, harus hati-hati,” pungkasnya.