Tepat 148 hari sejak diperkenalkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di veranda Istana Merdeka pada 21 November 2019, dua orang dari tujuh orang staf khusus presiden milenial mengajukan pengunduran diri melalui surat.
Keduanya adalah CEO Ruangguru Adhamas Belva Devara (30 tahun) dan CEO PT Amartha Mikro Fintek Andi Taufan Garuda Putra (33 tahun) yang mengajukan surat pengunduran diri pada 17 April 2020. Namun bedanya keduanya baru mengakui pengunduran diri tersebut melalui surat terbuka pada 21 April 2020 (Belva) dan 24 April 2020 (Andi Taufan).
Dalam surat tersebut, Belva mengatakan mundur karena tidak ingin membuat polemik mengenai asumsi atau persepsi publik yang bervariasi tentang posisinya sebagai Staf Khusus Presiden menjadi berkepanjangan sehingga dapat mengakibatkan terpecahnya konsentrasi Presiden Jokowi dan seluruh jajaran pemerintahan dalam menghadapi masalah pandemi COVID-19.
Masalah memang timbul pasca peluncuran Kartu Pra Kerja. Kartu yang pertama dikenalkan Presiden Jokowi saat masa kampanye untuk masa pemerintahannya yang kedua itu awalnya memang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian para pekerja atau calon pekerja, namun karena pandemi COVID-19, fungsinya pun berubah menjadi jaring pengaman sosial.
Program kartu senilai total Rp20 triliun untuk 5,6 juta penerima manfaat tersebut memberikan insentif masing-masing Rp3,55 juta bagi mereka yang berhasil lolos verifikasi.
Rinciannya adalah bantuan biaya pelatihan sebesar Rp1 juta yang dapat dipergunakan untuk membeli satu atau lebih pelatihan di mitra “platform” digital dan insentif sebesar Rp2,4 juta yang diberikan secara bertahap selama 4 bulan.
Ada 8 “platform” digital yang dinyatakan pemerintah untuk memberikan pelatihan adalah Tokopedia, Ruangguru melalui platform Skill Academy, MauBelajarApa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Kementerian Ketenagakerjaan dan Pijarmahir.
Di sinilah posisi Belva sebagai stafsus Presiden mendapat kritikan tajam karena perusahaan rintisannya mendapat proyek tersebut tanpa tender.
Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja, Panji Winanteya Ruky mengatakan, tidak ada proses tender dalam pemilihan platform tersebut. Proses tender tidak dilakukan karena tak ada pengadaan barang dan jasa yang dibayar pemerintah pada “platform” tersebut.
Menurut Panji, yang dilakukan pemerintah adalah memberikan bantuan dana kepada masyarakat untuk membeli pelatihan yang disediakan melalui “platform” dalam mitra Kartu Prakerja jadi seperti seorang penerima bansos sembako, ketika pemerintah memberikan uang ke orang tersebut, orang itu bisa belanja beras dan telur ke warung, jadi bukan warungnya yang ditunjuk, tapi masyarakat yang diberikan uang.
Aturan mengenai pelaksanaan Kartu Pra Kerja sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 3 Tahun 2020 tertanggal 27 Maret 2020 dan Perpres Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja yang diundangkan pada 26 Februari 2020.
Hal itu berbeda dengan pernyataan Belva dalam akun twitternya @AdamasBelva pada 15 April 2020 yang mengatakan penentuan mitra juga kemudian dilakukan independen oleh Kemenko dan PMO, tanpa intervensi siapa pun yang semuanya mengikuti proses seleksi dari akhir tahun 2019 yang dibuka untuk umum.
Pasal 27 Permenko No 3 tahun 2020 menyatakan (1) Lembaga Pelatihan untuk dapat ditetapkan sebagai mitra Program Kartu Prakerja mendaftar ke Platform Digital untuk dikurasi. (2) Platform Digital menyampaikan hasil Kurasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 hari kepada Manajemen Pelaksana untuk dikurasi lebih lanjut. Artinya ke-8 lembaga pelatihan terpilih bahkan sebelum aturan legal mengenai pemilihan ditetapkan.
Presiden Jokowi pada 2 Desember 2019 juga mengakui sendiri bahwa ia meminta stafsus milenial membeirkan masukan dan inovasi untuk kebijakan yang dibuat pemerintah, contohnya Kartu Pra Kerja.
“Sudah saya sampaikan kepada mereka coba Kartu Pra Kerja nanti dikonsep, dilaksanakan seperti apa agar gampang dikontrol,” kata Presiden Jokowi pada 2 Desember 2019.
Belva yang sempat menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) senilai Rp1,308 miliar itu pun mengaku sudah mendapat banyak pengalaman dan pelajaran berharga selama menjadi stafsus Presiden.
“Saya merasakan betul bagaimana semangat Bapak Presiden Jokowi dalam membangun bangsa dengan efektif, efisien, dan transparan. Sehingga di manapun saya berada, di posisi apapun saya bekerja, saya berkomitmen mendukung Presiden dan Pemerintah untuk memajukan NKRI,” kata Belva dalam suratnya.
Sedangkan Andi Taufan Garuda Putra yang dalam catatan LHKPN KPK memiliki total harta senilai Rp531,523 miliar tersebut mundur setelah kontroversi untuk surat bagi seluruh camat di Indonesia agar mendukung program “Kerja Sama sebagai Relawan Desa Lawan COVID-19” yang dikerjakan perusahaan miliknya Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Surat bernomor 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 tertanggal 1 April 2020 dengan kop garuda pancasila yang dilengkapi tulisan “Sekretariat Kabinet Republik Indonesia” yang ditujukan kepada para camat di seluruh wilayah Indonesia. Perihal dalam surat itu adalah Kerja Sama sebagai Relawan Desa Lawan COVID-19.
Dalam surat itu disebutkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menginisiasi program Relawan Desa Lawan COVID-19 sudah melakukan kerja sama dengan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) dalam menjalankan program tersebut di area Jawa, Sulawesi dan Sumatera. Andi Taufan adalah pendiri sekaligus CEO Amartha hingga saat ini.
Cakupan komitmen bantuan yang akan diberikan Amartha adalah (1) edukasi COVID-19 yaitu petugas lapangan Amartha akan berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat desa khususnya mitra Amartha meliputi tahapan gejala, cara penularan, pencegahan COVID-19 dan (2) Pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) Puskesmas
“Kami mohon bantuan bapak/ibu beserta para perangkat desa terkait dapat mendukung pelaksanaan program kerja sama ini agar berjalan baik dan efektif,” demikian disebutkan Andi Taufan dalam surat tersebut.
Andi pun lalu menarik surat tersebut selang 2 minggu dari penerbitan surat atau 14 April 2020.
“Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut,” kata Andi dalam keterangan tertulis
Andi mengaku surat tersebut bersifat pemberitahuan dukungan kepada program Desa Lawan COVID-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Andi bermaksud ingin berbuat baik dan bergerak cepat untuk membantu mencegah dan menanggulangi COVID-19 di desa, melalui dukungan secara langsung oleh tim lapangan Amartha yang berada di bawah kepemimpinannya.
Pengunduran dirinya sebagai stafsus, menurut Andi Taufan adalah karena ingin mengabdi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama yang menjalankan usaha mikro dan kceil.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melaporkan 20.708 desa telah membentuk Tim Desa Lawan COVID-19. Pembentukan tim tersebut mengacu pada Surat Edaran No 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap COVID-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa.
Terdapat 558.205 relawan Desa Lawan COVID-19 untuk mengerjakan program tersebut dengan menggunakan danda desa sebesar Rp586 miliar.
Terhadap dua stafsusnya yang mengundurkan diri tersebut, Presiden Jokowi mengatakan memahaminya.
“Saya memahami kenapa mereka mundur, saudara Belva Devara dan saudara Andi Taufan. Mereka anak-anak muda yang brilian, yang cerdas, dan memiliki reputasi serta prestasi yang sangat baik,” kata Presiden Jokowi pada 24 April 2020.
Presiden mengatakan awalnya ia berharap para stafsus tersebut dapat belajar mengenai pemerintahan dan kebijakan publik.
“Mereka telah banyak membantu saya bersama-sama dengan staf khusus lainnya dalam membuat inovasi di berbagai sistem pelayanan publik sehingga lebih cepat dan efektif,” tambah Presiden.
Ia juga berharap keduanya dapat sukses di bidang masing-masing.
“Saya meyakini, insya Allah, mereka akan sukses di bidang masing-masing. Belva di bidang pendidikan dan Andi Taufan di bidang ‘fintech’ keuangan mikro dan usaha kecil,” ungkap Presiden.
Pelajaran
Terdapat sejumlah aturan perundangan mengenai staf khusus, yaitu Perpres No 17 tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden; Perpres No 144 tahun 2015 tentang Besaran Hak Keuangan bagi Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden, Wakil Sekretaris Pribadi Presiden, Asisten dan Pembantu Asisten; Perpres No 39 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Perpres No 17 tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden.
Dalam pasal 21 Perpres No 17 tahun 2002 disebutkan bahwa “Pengangkatan dan tugas pokok Staf Khusus Presiden ditetapkan dengan Keputusan Presiden” namun sejak dikenalkan ke publik sampai 2 orang stafsus milenial mundur, tidak ada tugas yang jelas yang disampaikan ke publik.
“Ini kerja barengan, saya ingin ada inovasi-inovasi baru, ada gagasan-gagasan baru, ada ide baru dan terobosan baru sehingga mudahkan kita kelola negara ini, ‘goal-nya’ ke sana,” kata Presiden pada 21 November 2019.
Presiden sendiri yang menegaskan pekerjaan stafsus milenial juga adalah pekerjaan “paruh waktu”.
“Tidak ‘full time’ beliau-belaiu ini sudah memiliki kegiatan, memiliki pekerjaan yang bisa mingguan, tidak harus ketemu, tapi minimal 1-2 minggu ketemu tidak harus harian ketemu, tapi masukan setiap jam, setiap menit bisa saja,” tambah Presdien.
Artinya ketujuh stafsus milenial masih bisa bekerja untuk perusahaan dan organisasi masing-masing yaitu Adamas Belva Syah Devara sebagai CEO Ruangguru; Putri Indahsari Tanjung selaku CEO dan founder Creativepreneur; Andi Taufan Garuda Putra sebagai CEO Amarta; Ayu Kartika Dewi sebagai penggerak Gerakan Sabang Merauke; Gracia Billy Mambrasar sebagai CEO Kitong Bisa; Angkie Yudistia sebagai penggerak Thisable Enterprise serta Aminuddin Maruf santri yang aktif di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta memiliki usaha perkebunan.
Kesimpulannya, ke-7 milenial tersebut diperbolehkan bekerja di ruang publik (pemerintahan) dan ruang privat (perusahaan atau organisasi masing-masing).
Padahal kondisi tersebut rawan sekali menjadikan pejabat publik terjebak dalam konflik kepentingan. Konflik kepentingan menurut KPK adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
Mengenai konflik kepentingan juga sudah diatur dalam pasal 43 UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu “Konflik Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terjadi apabila dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau tindakan dilatarbelakangi:
a. adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis;
b. hubungan dengan kerabat dan keluarga;
c. hubungan dengan wakil pihak yang terlibat; d. hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat;
e. hubungan dengan pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat; dan/atau
f. hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
Dalam konteks ini, Belva dan Andi Taufan saat masih menjadi stafsus juga memiliki kepentingan bisnis di bidang masing-masing.
Untuk itu pelajaran pertama adalah jangan ada “bekerja di dua kaki” yaitu di ruang publik maupun privat. Mantan komisioner KPK Laode M Syarif mengusulkan agar para stafsus membuat deklarasi agar tidak melakukan konflik kepentingan (conflict of interest) selama menjabat.
“Saya kasihan sama mereka karena ini anak-anal pintar, rising star, inovatif, baik tapi dengan mencemplungkan diri ke situ (pemerintahan) mereka jadi susah mereka. Kalau yang lain itu pengusaha semua, mereka harus membuat ‘declaration of CoI’ selama jadi stafsus,” kata Laode pada 24 April 2020.
Deklarasi itu menurut Laode adalah menyatakan perusahaan masing-masing stafsus tidak akan mendapat keuntungan dari proyek pemerintah manapun.
“Tapi kan sayang ya? Kalau saya jadi stafsus saya keluar saja (dari perusahaan). Kasihan anak-anak ini terkurung padahal punya potensi,” ungkap Laode.
Apalagi menurut Laode, konflik kepentingan adalah satu tangga terakhir menuju korupsi.
“Berat kalau memang, tapi bila ingin dikenang sebagai contoh oleh teman-teman milenial, mereka harus bikin deklarasi benturan kepentingan bahwa diri pribadi mereka dan perusahaan mereka tidak akan mendapat keuntungan dari proyek negara karena konflik kepentingan adalah satu tangga terakhir sebelum perbuatan korupsi,” tambah Laode.
Namun ia pun menghargai pengunduran diri Belva dan Andi Taufan.
“Contohnya Andi Taufan menyurati camat agar kalau bisa dibantu, ini adalah ‘conflict of interest’. Saya hargai pengundurkan diri mereka termasuk Belva, tapi jangan-jangan anak-anak muda sudah teracuni kepalanya dengan ‘conflict of intererst’, ternyata milenial dan kolonial sama saja sifatnya kalau sudah uang lupa semuanya,” tegas Laode.
Pelajaran kedua menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan publik tidak tahu apa fungsi sebenarnya 14 orang stafsus Presiden.
“Saya tidak tahu apa fungsi 14 orang ini memberikan rekomendasi apa, jadi lebih baik saran yang mereka berikan ke Presiden juga diberikan ke publik untuk mengukur kualitas stafsus itu. Kalau tidak bisa memberikan ‘advice’ ya buang-buang duit saja membayar mereka di sekitar Presiden,” kata Kurnia.
Ia berharap tidak ada lagi stafsus yang diangkat hanya sebagai “gimmick” politik.
“Ini jugajadi evaluasi bagi Presiden Jokowi agar tidak sembarangan mengangkat stafsus karena ‘gimmick’ milenial hancur karena pengangkatan dan tindakan 2 orang stafsus tersebut,” tambah Kurnia.
Pelajaran ketiga adalah makin samarnya ruang publik dan privat dalam diri pejabat negara malah membawa kondisi Indonesia pada lampau, misalnya pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Michale Backman (1999) dalam bukunya berjudul “Asian eclipse: Exposing The Dark Side of Business in Asia” pernah menyebutkan klan Soeharto terdiri atas 17 anggota: enam orang anaknya, enam menantunya, dua orang cucu, satu orang saudara menantunya, seorang sepupu dan seorang saudara tiri. Seluruhnya aktif terlibat dalam bisnis dan mendapat keuntungan pada masa 32 tahun pemerintahan Soeharto karena mereka mendapat monopoli atau semi-monopoli untuk impor, manufaktur dan distribusi berbagai produk.
Karena kedekatan dengan penguasa saat itu maka pengusaha-pengusaha menikmati akses monopoli ke sektor publik. Apakah masyarakat Indonesia ingin kembali ke masa tersebut?
Namun bagaimana membawa pelajaran-pelajaran ini ke tataran pratik nyata? Sejarawan Yuval Noah Harari (2018) dalam bukunya “21 Lessons for the 21st Century” mengaku bahwa dirinya saat mendiskusikan isu global selalu berada dalam sudut pandang kaum elit global yang memiliki keistimewaan (privilege) dibanding kelompok lain.
Kelompok elit ini memimpin pembahasan isu global sehingga tidak mungkin untuk tidak memasukkan pandangan kelompok elit tersebut. Sedangkan kelompok lain yang kurang beruntung tetap saja terbungkam sehingga mudah untuk melupakan mereka, meski bukan sebagai kejahatan yang disengaja tapi hanya karena ketidaktahuan belaka.
Padahal saat ini umat punya masalah global namun tidak memiliki komunitas global. Bukan Facebook, atau nasionalisme atau agama apapun yang bisa menciptakan satu komunitas global. Semua kelompok lebih memilih mengajukan kepentingan spesifik mereka sendiri dibanding mencoba memahami kebenaran global sehingga interpretasi mereka mengenai realita sulit untuk dipercaya.
Ternyata memang masalah tarik-menarik kepentingan sudah sangat saling membelit dalam kelompok dan individu sehingga untuk memisahkan satu per satu sangat sulit terjadi. (ant)