JAKARTA, Di tengah keluhan berbagai industri terkait kekurangan pasokan gas, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) mengungkapkan kondisi terbaru distribusi gas untuk pembangkit listrik nasional. PLN EPI mengakui tengah melakukan penghematan gas hingga pertengahan 2025, sambil menunggu arahan pemerintah untuk alokasi pasokan di paruh kedua tahun ini.
Direktur Gas dan BBM PLN EPI, Rakhmad Dewanto, menyampaikan bahwa perusahaan telah mengamankan kebutuhan gas hingga bulan Juni 2025. Namun, untuk periode Juli hingga Desember 2025, PLN masih membutuhkan tambahan 16 hingga 20 kargo LNG agar operasional pembangkit tetap berjalan aman.
“Kita memang berusaha mengoptimalkan agar bisa menghemat penggunaan gas ini. Artinya, energi lain juga kita maksimalkan,” kata Rakhmad, dikutip Senin (28/4/2025).
Menurut Rakhmad, PLN terus berkoordinasi dengan SKK Migas, Ditjen Migas, dan para produsen gas untuk mengalihkan ekses produksi atau menjadwal ulang pengiriman LNG dan gas pipa agar bisa memenuhi kebutuhan pembangkit listrik.
PLN saat ini juga tengah menjalankan program gasifikasi pembangkit, menggantikan penggunaan BBM demi efisiensi energi. Langkah ini menjadi bagian dari strategi perusahaan dalam menekan biaya dan menjaga pasokan listrik tetap stabil di tengah ketidakpastian pasokan gas.
“Kita juga ingin mengurangi penggunaan BBM. Jadi kita optimalkan penggunaan energi yang lain,” jelas Rakhmad.
Sementara itu, dari sisi industri, kondisi semakin mendesak. Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Achmad Widjaja, mengungkapkan bahwa beberapa sektor industri telah mengalami kekurangan gas cukup signifikan.
“Dari tujuh sektor yang mendapat HGBT, sudah pasti industri keramik, kaca, dan baja mengalami shortage,” kata Achmad.
Menurutnya, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) belum berjalan efektif. Penentuan alokasi gas oleh pemerintah melalui ESDM dan SKK Migas dinilai kurang tepat sasaran, sehingga distribusi pasokan ke industri menjadi tidak merata.
“Isu pasokan gas seharusnya tidak menjadi masalah jika alokasi, pemakaian, dan kebutuhan ditata dengan baik,” tegasnya.
Achmad juga menyayangkan sistem alokasi yang terkesan kaku dan tidak responsif terhadap kondisi lapangan. Ia menekankan perlunya perencanaan yang lebih matang agar industri tidak terus menjadi korban dalam krisis pasokan gas.