Oleh: M. Ageng Dendy (Sekjen DPP GMNI)
Seperti kita ketahui, Pancasila digali Bung Karno dari saripatinya Indonesia. Dan dalam cita-cita Pancasila itulah, akan terciptanya masyarakat adil dan makmur.
Kebiasaan gotong royong, saling menghargai, menjadi kunci dalam Pancasila. Sehingga Pancasila diharapkan mampu mengubah keadaan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang dianggap carut marut. Karena dalam proses pengambilan kebijakan politik dan ekonomi akan meletakkan rakyat sebagai objek yang harus disejahterahkan.
Pembangunan infrastruktur ekonomi di kota- kota di Indonesia berjalan dengan signifikan. Lantas seharusnya tidak meninggalkan prinsip kemanfaatan untuk masyarakat, serta azas kemanusiaan.
Tingginya disparitas antara orang kaya dan kaum marhaen menjadi tolak ukur sejauh mana kebijakan politik yang diambil sudah berpihak pada kaum marhaen.
Di sisi lain, kebijakan politik yang diambil masih ada yang berpihak pada pemodal, yang memiliki kepentingan untuk mengeksploitasi Indonesia dan acuh terhadap keadilan sosial.
Seharusnya signifikannya pembangunan infrastruktur berbanding lurus dengan meningkatnya derajat hidup masyarakat miskin agar tidak terjadi disparitas yang tinggi.
Nasionalisme sangat berperan penting untuk bagaimana memberikan kepedulian kita terhadap rakyat yang juga berkontribusi dalam meningkatnya pembangunan infrastruktur.
Soal perbedaan suku, ras, dan agama sudah final di negera ini. Namun tidak juga kemudian perbedaan ekonomi menjadi hal yang wajar. Masih banyak masyarakat di kota, baik itu warga asli atau pendatang yang masih merasakan pahit dan kejamnya hidup di kota, sudah layak kah hidup mereka? Sudah memanusiakan manusiakah para pengambil kebijakan?
Ini menjadi tugas utama negara dan masyarakat pada umumnya untuk saling bahu-membahu, tetap memupuk nasionalisme dan lebih peka terhadap saudara kita yang masih banyak merasakan ketidakadilan karena kebijakan populis, yang hanya mengedepankan citra tanpa melihat sejauh mana rakyat sudah sejahtera.
*Catatan Hari Lahir Pancasila