Oleh: Dr. Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR RI
Hari ini bangsa Indonesia memperingati Hari Lahirnya (Harlah) Pancasila yang ke 75 sejak kelahirannya tanggal 1 Juni 1945 yang lalu. Namun, secara resmi kenegaraan bangsa Indonesia baru memperingati Harlah Pancasila pada hari ini (1/6/20) yang ke empat kalinya berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila.
Keppres tersebut menyebutkan bahwa Pancasila, sejak kelahirannya tanggal 1 Juni 1945, mengalami perkembangan dalam naskah Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga mencapai konsensus final tanggal 18 Agustus 1945 sebagai satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.
Kelaziman bagi semua pihak saat merayakan sebuah peringatan hari ulang tahun atas kelahirannya, baik untuk diri pribadi seseorang, organisasi ataupun sebuah negara bangsa adalah untuk dijadikan sarana refleksi, instrospeksi dan proyeksi akan sebuah makna kesejarahannya untuk perbaikan perjalanan hidup selanjutnya.
Kontekstualisasi Nilai Gotong Royong
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan gagasannya tentang dasar falsafah negara yang ditanyakan Ketua Sidang BPUPK, Dr. Radjiman Wediodiningrat. Ada lima skema isi pidato Bung Karno tersebut, yang pertama Pancasila yakni, Kebangsaan, Kemanusiaan atau Internasionalisme, Demokrasi Musyawarah Mufakat, Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan.
Kemudiaan Bung Karno menjelaskan kembali bahwa lima sila Pancasila tersebut bisa diringkas menjadi Trisila yaitu, Sosio Nasionalisme (gabungan antara paham Kebangsaan dan Kemanusiaan), Sosio Demokrasi (gabungan antara paham Demokrasi dan Kesejahteraan) dan Ketuhanan. Terakhir, Bung Karno menawarkan bahwa Pancasila dan Trisila itu bisa dirumuskan menjadi satu paham saja, yakni Gotong Royong.
Bung Karno menjelaskan “Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! Prinsip Gotong Royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.”
Penyebutan Gotong Royong sebagai intisari dari Pancasila itu bukan untuk menegasikan sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Namun, semua pelaksanaan sila-sila Pancasila memiliki landasan semangat gotong royong. Prinsip Ketuhanan berjiwa gotong royong yakni Ketuhanan dengan sikap yang saling hormat-menghormati dan toleran baik sesama atau antar-pemeluk agama, bukan Ketuhanan dengan sikap mengucilkan diri dan saling menyerang. Prinsip Kemanusiaan dilaksanakan dengan semangat gotong royong, yakni prinsip saling bantu-binatu, tolong menolong, mengembangkan sikap kedermawanan di atas dasar kemanusiaan yang hakiki tanpa diskriminasi.
Prinsip Kebangsaan dengan jiwa gotong royong yang mengembangkan semangat persatuan dan Bhinneka Tunggal Ika serta tiada sikap chauvinisme. Begitu juga dengan prinsip Demokrasi, harus dilaksanakan dengan jiwa gotong royong yang saling bermusyawarah untuk mufakat dan bukan dengan diktator mayoritas maupun tirani minoritas oleh penguasa maupun pemilik modal.
Terakhir, prinsip Keadilan Sosial atau Kesejahteraan juga harus dilandasi jiwa gotong royong yang memberikan kesempatan semua warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan bersama-sama menikmati hasil-hasil pembangunan itu secara kekeluargaan serta bukan ekonomi yang dikuasai dan dikendalikan segelintir elite ekonomi saja.
Dari nilai-nilai Pancasila dan kegotong-royongan tersebut sudah sangat jelas tergambar bahwa sebagai dasar dan ideologi dinamis, Pancasila sangat dapat diimplementasikan segenap rakyat Indonesia untuk secara bersama-sama menghadapi pandemik COVID-19 saat ini.
Dalam pidato ilmiah pengukuhan Bung Karno sebagai Doktor Honoris Causa di Universitas Gajah Mada tanggal 19 September 1951, Bung Karno menegaskan bahwa dirinya bukanlah Pencipta Pancasila, tetapi sekadar Penggali Pancasila karena nilai-nilai Pancasila itu sudah hidup lestari dalam hati sanubari dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Tesis Bung Karno tentang nilai-nilai gotong royong sebagai suatu nilai yang hidup dalam sanubari bangsa Indonesia saat ini terbukti dengan hasil survei lembaga Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2018. Menurut hasil survei tersebut bangsa Indonesia menempati urutan negara pertama sebagai bangsa yang dikenal paling dermawan di seluruh dunia. Hal itu membuktikan bahwa jiwa gotong royong dan tolong menolong serta solidaritas sosial bangsa Indonesia adalah jiwa bangsa yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Modal ideologis dan sosiologis bangsa Indonesia sangatlah besar untuk dikembangkan menjadi partisipasi sosial sebagai energi bangsa menghadapi penularan dan pencegahan pandemik COVID-19 beserta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya. Masalahnya sekarang adalah tinggal bagaimana Pemerintah Pusat dan Daerah serta stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya mampu menggerakkan modal sosial yang sudah dimiliki rakyat Indonesia itu menjadi kekuatan kolektif bangsa untuk bersama-sama dan bergotong royong mengatasi pandemik COVID-19 ini.
Pada saat dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia tanggal 20 Oktober 2019 lalu, Presiden Jokowi berjanji dan bersumpah, yang salah satunya akan memegang teguh dan menjalankan UUD. Dalam Pembukaan UUD NRI 1945 ditegaskan ada empat janji negara, salah satunya adalah melindungi bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia. Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 menegaskan, Presiden Jokowi diberi wewenang memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
Dengan demikian, sebagai Presiden yang mendapat mandat langsung dari rakyat untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan nasional, Presiden Jokowi bersama para pembantu-pembantunya, sangat legitimed dan konstitusional untuk membuat berbagai perintah (baca:kebijakan) kepada warga negaranya dalam rangka melindungi rakyatnya dari bahaya pandemik COVID-19 ini. Tanpa dikelola dan digerakkan dengan baik, mustahil modal sosial yang dimiliki bangsa Indonesia akan semangat dan jiwa gotong royong yang hidup subur di hati rakyatnya dapat menjadi energi nasional yang positif, solid dan koheren.
Terakhir, kesatupadanan antarlembaga pemerintah dan dengan yang diperintah dalam menjalankan kontrak sosial sebagaimana telah disepakati oleh para Pendiri Bangsa adalah kata kunci bagi bangsa Indonesia untuk mampu mengatasi berbagai macam bencana dan krisis yang dialami oleh bangsa kita.
Kembali kepada jati diri bangsa dan mengamalkan Pancasila yang berintisarikan semangat Gotong Royong adalah santiaji bagi bangsa Indonesia dalam memperingati 75 Tahun Lahirnya Pancasila di tengah pandemik COVID-19. Marilah kita bersatu-padu, bahu-membahu dan bergotong royong untuk keselamatan berjuta-juta rakyat Indonesia. Jayalah Pancasila, Majulah Bangsaku Untuk Indonesia Raya.