JAKARTA, Instruksi Menteri Dalam Negeri yang mengingatkan para kepala daerah tentang sanksi pemberhentian apabila melanggar aturan perundang-undangan pencegahan COVID-19 dinilai tepat dan tidak melampaui kewenangan. Instruksi Mendagri itu justru diperlukan di tengah krisis pandemi, untuk menekankan azas akuntabilitas fungsi kepala daerah.
Demikian pendapat Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Umbu Rauta, dalam keterangan pers menanggapi terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri No 6 tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19. Penyandang gelar doktor hukum dari Universitas Diponegoro itu mengatakan, Instruksi Mendagri tersebut merupakan penegasan terhadap kewajiban para kepala daerah, yakni gubernur, bupati dan walikota untuk menjalankan dan menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Instruksi Mendagri ini sangat tepat diterbitkan di tengah krisis pandemi sekarang,” kata Umbu Rauta, yang disertasi doktornya membahas tentang rekonstruksi sistem pengujian perda sesuai UUD 1945.
“Ada tujuh peraturan perundang-undangan yang menjadi rujukan Instruksi Mendagri yang relevan terhadap pencegahan COVID-19. Ini menkonfirmasi pemahaman yang sangat tepat dan produktif dari Mendagri selaku pembantu Presiden di dalam pengembangan hubungan Pusat-Daerah sesuai konstitusi kita. Langkah tegas demikian dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah sesuai semangat sistem presidensial,” lanjut dia.
Sebelumnya, Mendagri menerbitkan instruksi kepada para kepala daerah di seluruh Indonesia untuk mengingatkan bahwa para kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan perundang-undangan, termasuk perundang-undangan yang terkait dengan pengendalian dan pencegahan COVID-19. Dalam Instruksi Mendagri, disebutkan bahwa ada tujuh ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pengendalian COVID-19, meliputi tiga Undang-undang. satu peraturan pemerintah, satu peraturan presiden dan dua peraturan menteri. Ketidaktaatan terhadap ketentuan perundang-undangan tersebut, sesuai dengan UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mendatangkan sanksi pemberhentian yang diatur pada pasal 78 ayat 1 huruf c dan pasal 78 ayat 2 huruf c.
Menurut Umbu Rauta, ia sudah membaca Instruksi Mendagri No 6 tahun 2020, dan tidak melihat adanya unsur melampaui kewenangan dalam hal prosedur pemberhentian kepala daerah dalam Instruksi Mendagri. Ia justru melihat pentingnya substansi dalam instruksi tersebut untuk menekankan asas akuntabilitas fungsi kepala daerah.
“Instruksi Mendagri ini memberi warning kepada kepala daerah untuk melaksanakan kewajibannya bila tidak ingin dikenakan sanksi sesuai pasal 78 UU 23/2020,” kata dia.
Menurut dia, Mendagri sebagai pembina dan pengawas kepala daerah, memiliki kewenangan menerbitkan Instruksi Mendagri No 6 tahun 2020. “Instruksi menteri merupakan instrumen administrasi pemerintahan yang bersifat hirakhis, sangat tepat dan memang diperlukan saat ini mengingat fakta adanya pelanggaran protokol kesehatan oleh banyak kepala daerah,” kata Umbu Rauta.