Jakarta – Prolegnas 2020 yang telah disepakati oleh Menkumham, Baleg DPR dan Panitia Perancang UU DPD RI tanggal 16 Januari 2016, memuat 4 RUU yang akan di bahas dengan metode Omnibus Law antara lain RUU Kefarmasian, RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian , RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ibukota Negara, Daftar Prolegnas ini tentunya akan ditetapkan dalam paripurna DPR menjadi Prolegnas 2020.
Merespon terkait dengan ramainya issue mengenai Omnibus Law, Sekjen Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia, Cahyo Gani Saputro, memberikan catatan penting yaitu metode atau cara pembahasan dan perancangan Undang-Undang dengan Omnibus Law harus tetap memperhatikan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundangan – Undangan (PPP). Bahwa memang pada tingkat global kontrak bisnis dan sejenisnya bertumpu pada arbitrase yang menggunakan pendekatan sebagaimana sistem yang berjalan di negara penganut common law, secara historis dan perjalanan sistem hukum kita lebih cenderung ke Civil Law, dalam Civil Law juga dikenal Kodifikasi yang lebih sistematis dan terpadu.
Memang sejak Amandemen UUD 1945 tradisi sistem hukum common law mencoba mempengaruhi sistem hukum ketatanegaraan kita walau akhirnya potret sekarang seperti bikameral tidak bisa menembus sistem ketatanegaraan kita karena kita penganut negara kesatuan atau unikameral. Namun perlu diketahui bersama para pendiri negara ini tidak menggunakan Civil Law murni dalam ketatanegaraan kita dalam UUD 1945 namun lebih condong quasi atau semi presidensiil sebagai tesis para pendiri bangsa.
Oleh karena itu di dalam menyikapi metode Omnibus ini perangkat pembentuk Undang undang juga harus dapat menyelaraskan antara metode kodifikasi dan metode Omnibus menjadi suatu quasi yang juga selaras dengan Undang-Undang Pembentuk Peraturan Perundang undangan ujar Sekjen DPN ISRI ini.
Selain itu Cahyo juga mengingatkan bahwa dengan pola Omnibus Law adanya penghapusan atau dinyatakan tidak berlakunya pasal dan ayat UU terdampak, masuk kategori perubahan UU atau legislatif review, yang harus mendasarkan pada UU PPP (Peraturan Pembentukan Perundangan Undangan), oleh karena itu pentingnya sinkronisasi antara metode Omnibus, Kodifikasi dan UU PPP ungkap Sekjen DPN ISRI ini dibilangan Jakarta (20/1/20).