JAKARTA, Anggota Komisi XII DPR RI , Nurwayah, meminta Pertamina Patra Niaga memperbaiki sistem distribusi sekaligus standar kualitas bahan bakar minyak (BBM) agar sesuai standar internasional.
Hal ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM dan Dirut Pertamina Patra Niaga, serta rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Shell Indonesia, Vivo Energy Indonesia, BP-AKR, dan Exxon Mobil Indonesia di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (1/10/2025).
Nurwayah menilai Pertamina perlu kembali melakukan langkah branding yang kuat dan konsisten untuk memulihkan kepercayaan publik. Ia mengingatkan, isu dugaan minyak oplosan yang sempat mencuat telah memicu persepsi negatif dan memperburuk sensitivitas masyarakat terhadap fenomena kelangkaan BBM, khususnya di SPBU swasta.
“Bagi masyarakat, keterbatasan stok BBM bukan semata masalah distribusi, tetapi juga dikaitkan dengan kualitas, jaminan mutu, dan tata kelola energi nasional,” kata Nurwayah.
Legislator dari Partai Demokrat ini kemudian mempertanyakan upaya Pertamina memastikan rantai distribusi berjalan efisien dan tepat waktu. Ia menyinggung perlunya pemetaan risiko dan mitigasi hambatan, terutama di pelabuhan dan terminal, yang kerap menjadi titik rawan keterlambatan pasokan.
“Kalau distribusi tidak terjamin, bagaimana publik bisa percaya pada sistem energi nasional kita,” ujarnya.
Dalam rapat, Nurwayah juga menyoroti keluhan penyalur BBM terkait high speed fuel oil (HSFO) yang kerap dinilai tidak sesuai spesifikasi oleh end-user. Ia menyebut hasil uji Pertamina menunjukkan kadar air maksimal 0,5 persen, sementara hasil pengujian di laboratorium internasional menunjukkan hingga 0,9 persen.
“Pertamina sudah menjadi anggota IMO (International Maritime Organization), seharusnya pengujian dilakukan sesuai metode IMO, bukan hanya berdasarkan standar internal,” tegas Nurwayah.
Untuk menghindari konflik, ia mendukung usulan agar pengambilan sampel dilakukan sebelum penyaluran BBM. Proses ini, kata dia, perlu diuji di laboratorium yang disepakati bersama agar tidak ada perbedaan hasil uji.
“Jika barang sudah masuk ke BP dan kemudian dinyatakan off-spec, itu masalah besar. Karena volume yang dikirim bisa mencapai ratusan bahkan ribuan kiloliter,” ucapnya.
Nurwayah menegaskan, persoalan kualitas BBM tidak sekadar teknis, tetapi menyangkut reputasi Pertamina dan Indonesia di dunia internasional.
“Nama besar Pertamina dipertaruhkan di level internasional. Saya harap hal ini jadi perhatian serius,” tutupnya.