JAKARTA, Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menyatakan penolakannya terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada sekolah berstandar internasional. Ia menilai kebijakan ini dapat menghambat akses masyarakat terhadap pendidikan berkualitas dan membawa dampak negatif jangka panjang.
Menurut Novita, sekolah internasional berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. “Sekolah internasional menjadi tolak ukur dan motivasi bagi sekolah nasional untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, budaya, kurikulum, serta kompetensi tenaga pengajar,” ujar Novita dalam keterangannya, Selasa (17/12).
Novita menjelaskan bahwa kebijakan ini akan memperlebar kesenjangan akses pendidikan berkualitas di Indonesia. Ia menyoroti dua dampak utama yang akan terjadi, Pertama, Kenaikan Biaya Operasional, Sekolah internasional sangat bergantung pada sumber daya global, seperti teknologi, kurikulum internasional, dan infrastruktur. Dengan kenaikan PPN, biaya operasional akan meningkat, sehingga mempersulit akses masyarakat, terutama bagi orang tua yang sudah berjuang keras untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
“Tidak semua siswa di sekolah internasional berasal dari keluarga kaya. Banyak orang tua rela bekerja lebih keras demi pendidikan anak mereka,” jelas Novita.
Dan Kedua, Penurunan Minat Calon Siswa, biaya pendidikan yang melonjak drastis akan membuat sekolah internasional kehilangan calon siswa, yang pada gilirannya dapat merugikan reputasi sekolah dan investasi asing di sektor pendidikan.
“Sekolah bisa kehilangan siswa, dan investor akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga keberlanjutan operasionalnya,” tambah Novita.
Saat ini, terdapat 198 sekolah internasional di Indonesia, jumlah tertinggi di Asia Tenggara. Novita menekankan pentingnya keberadaan sekolah internasional untuk mendorong standar pendidikan nasional agar lebih kompetitif di tingkat global.
“Kita harus berpikir jangka panjang. Kebijakan ini seharusnya mendukung akses pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan,” tegasnya.
Novita mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini demi masa depan pendidikan anak bangsa yang lebih cerah. “Pertumbuhan sekolah internasional di Indonesia seharusnya menjadi pendorong kemajuan pendidikan nasional, bukan sebaliknya,” tutupnya.