JAKARTA, Partai NasDem kembali menegaskan identitasnya sebagai partai dengan tradisi intelektual yang kuat melalui gelaran diskusi dan bedah buku Naar De Republiek (Menuju Republik Indonesia) karya Tan Malaka di NasDem Tower, Jakarta.
Ketua Komisi XIII DPR sekaligus Ketua Koordinator Bidang Ideologi, Organisasi dan Kaderisasi DPP Partai NasDem Willy Aditya menjelaskan bahwa momentum 100 tahun terbitnya Naar De Republiek menjadi kesempatan reflektif bagi partai politik, termasuk NasDem, untuk meninjau kembali fondasi intelektual pembentukan republik. Ia menyebut banyak pendiri bangsa yang menulis prosur perjuangan sebagai pijakan ideologis.
“Bagi orang-orang yang memiliki cita-cita besar dan perjuangan besar, itu memiliki benchmarking yaitu kepemimpinan ide,” kata Willy saat menyampaikan pengantar, Jumat (21/11/25)
Dalam forum itu, Willy juga mengulas perjalanan gagasan Tan Malaka, mulai dari karya besar seperti Madilog hingga perannya sebagai salah satu filosof Indonesia. Ia menyampaikan bagaimana Tan dikenal radikal, revolusioner, sekaligus konsisten antara pikiran dan tindakan.
“Tan adalah seorang yang totalitas. Apa yang dia sampaikan, apa yang dia tulis, dan apa yang diperjuangkannya, satu hal yang satunya kata dan perbuatan,” terangnya.
Willy tak hanya membahas pemikiran Tan dari sisi historis, tetapi juga relevansinya hari ini. Menurutnya, cita-cita besar Tan Malaka menuntut keberanian untuk menawarkan ide yang bisa dijalankan dalam konteks politik modern.
“Pertanyaannya hari ini adalah apakah cita-cita Tan, tawarannya itu relevan atau tidak? Bahkan di zaman kami pun berat sekali untuk berdiskusinya,” urainya.
Ia juga menyinggung mengapa beberapa tokoh seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir lebih populer sebagai referensi gerakan. Program-program mereka lebih mudah dieksekusi, sementara gagasan Tan lebih banyak hidup di ruang bacaan. Meski begitu, Willy melihat meningkatnya minat generasi muda terhadap karya-karya Tan.
“Di toko buku Zen (toko buku Bebasari) anak-anak bisa 200 Madilog dibaca. Itu hal luar biasa,” katanya.
Lebih lanjut, Willy kembali menegaskan nilai strategis buku tersebut dalam membaca ulang arah kebangsaan. Ini buku yang menginspirasi para pejuang bangsa, para founding fathers untuk membentuk republik.
Willy mengingatkan bahwa Tan menulis buku itu saat dalam pelarian, 20 tahun sebelum Indonesia merdeka, namun mampu menawarkan konsep republik secara visioner.
Willy menilai gagasan Tan Malaka sangat relevan dengan situasi politik saat ini, terutama di tengah ketidakpuasan publik terhadap sistem yang berjalan. Karena itu, NasDem memosisikan diri sebagai partai yang terbuka dan ilmiah dalam mendiskusikan gagasan kebangsaan.
“NasDem ini kan partai yang scientific approach, kosmopolitan, open mind untuk mendiskusikan,” ucapnya.
Ia menyebut nilai paling aplikatif dari Naar De Republiek untuk NasDem adalah pentingnya kepemimpinan ide. Willy mengutip pesan Ketum Surya Paloh dalam rakornas partai bahwa mimpi besar harus digerakkan dengan ide, metodologi, dan program yang jelas.
“Semua ingin Indonesia merdeka, sejahtera, demokratis, maju. Yang membedakan adalah ide dan metodologinya,” tegasnya.
Hadir sebagai pembedah, antara lain: Asvi Warman Adam (sejarawan), Airlangga Pribadi Kusman (Kepala Pascasarjana Fisip Unair), Chairunnisa (Alumnus RBN NasDem) diskusi dimoderatori Wasekjen NasDem Dedi Ramanta.
Buku Naar De Republiek sendiri ditulis Tan Malaka pada 1925 di tengah masa pelariannya. Buku ini menawarkan konsep republik, arah perjuangan politik, serta kritik terhadap kolonialisme. Karya ini menjadi salah satu fondasi intelektual penting dalam sejarah pemikiran kebangsaan Indonesia dan turut memengaruhi generasi awal tokoh pergerakan nasional.







