JAKARTA, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Supriyanto Dharmoredjo, Sp.B, FINACS, M.Kes, menegaskan bahwa keputusan mutasi terhadap sejumlah dokter, termasuk dr. Piprim B. Yanuarso, merupakan kewenangan penuh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Ia menyebut mutasi tersebut adalah bagian dari kebijakan “tour of duty” untuk pemerataan kompetensi di rumah sakit vertikal milik pemerintah.
“Surat keputusan rotasi dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan,” ujar Supriyanto kepada wartawan, Senin (5/5/2025).
Pernyataan ini merespons polemik yang muncul usai dr. Piprim, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), menyampaikan keberatannya atas mutasi mendadak dari RSCM ke RS Fatmawati.
Menurut Supriyanto, langkah mutasi tersebut ditujukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan pemerataan pelayanan kesehatan yang berkualitas di berbagai fasilitas milik Kemenkes.
“(Ini) tour of duty dalam rangka pemerataan kompetensi rumah sakit Kemenkes, untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terjangkau dan berkualitas,” jelasnya.
Namun, dr. Piprim menilai mutasi tersebut tidak melalui prosedur yang semestinya dan mengandung unsur diskriminatif. Ia mengaku mengetahui kabar mutasi dari rekan sejawat, bukan melalui saluran resmi. Bahkan, hingga beberapa hari setelahnya, ia belum menerima surat fisik keputusan tersebut.
“Pada hari Jumat sekitar jam 10-an saya ditelepon oleh salah seorang teman sejawat yang melihat potongan foto yang memuat ada nama saya dimutasi. Bukan hanya saya, ada beberapa dokter. Dan saya dimutasikan dari RSCM ke RS Fatmawati,” ujar Piprim dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025).
“Surat mutasi itu bertanggal 25 April. Sampai dengan kemarin 28 April saya sendiri belum menerima fisik surat mutasi tersebut. Sehingga saya juga tidak tahu ini beneran atau hoaks. Tapi sepertinya beneran ya,” tambahnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan sebelumnya menyatakan bahwa mutasi ini merupakan bagian dari upaya pengembangan dan optimalisasi SDM serta pelayanan rumah sakit milik pemerintah.
Persatuan Dokter Indonesia (IDI) turut menyoroti kebijakan mutasi mendadak ini. Mereka meminta Kemenkes bersikap transparan dan adil dalam proses rotasi tenaga medis, terlebih terhadap sosok-sosok yang memiliki kontribusi besar dalam dunia kesehatan nasional.