Oleh: Mohammad Hidir Baharudin (Mahasiswa Doktoral PERBANAS Institute)
Sejak disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) telah menjadi kompas bagi pembangunan global. SDGs menetapkan 17 tujuan yang mencakup pengentasan kemiskinan, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, kesehatan, dan aksi terhadap perubahan iklim. Namun, pencapaian SDGs bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan sektor swasta. Filantropi – baik yang berasal dari yayasan, perusahaan, maupun individu – memiliki peran besar dalam membantu mewujudkan agenda global ini.
Seiring dengan meningkatnya peran filantropi dalam pembangunan, muncul tren baru dalam pengelolaan sumbangan yang lebih berkelanjutan. Laporan terbaru mengenai model manajemen filantropi yang mendukung SDGs menunjukkan bahwa semakin banyak organisasi filantropi yang beralih dari pendekatan tradisional ke model yang lebih strategis, berbasis data, dan berkelanjutan. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana filantropi telah menyesuaikan strategi manajemennya untuk lebih selaras dengan SDGs serta tantangan yang masih harus diatasi.
Filantropi yang Selaras dengan SDGs: Dari Komitmen ke Aksi
Tren terbaru menunjukkan bahwa semakin banyak organisasi filantropi yang mengadopsi SDGs sebagai kerangka kerja utama dalam perencanaan dan pelaksanaan program mereka. Menurut laporan Rockefeller Philanthropy Advisors (2019), lebih dari 55% yayasan filantropi di seluruh dunia telah secara aktif memetakan program mereka dengan target SDGs.
Sebagai contoh, Fondazione Compagnia di San Paolo, salah satu yayasan filantropi terbesar di Italia, telah merestrukturisasi operasionalnya agar sepenuhnya selaras dengan SDGs. Yayasan ini mengelompokkan program mereka ke dalam tiga bidang utama – “Planet”, “People”, dan “Culture” – yang semuanya memiliki kaitan langsung dengan tujuan pembangunan berkelanjutan seperti pendidikan berkualitas (SDG 4) dan ekonomi inklusif (SDG 8).
Selain itu, perusahaan-perusahaan besar juga mulai mengintegrasikan SDGs dalam program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Misalnya, banyak perusahaan yang mengadaptasi laporan keberlanjutan mereka dengan indikator SDG untuk meningkatkan transparansi dan menunjukkan kontribusi nyata mereka terhadap pembangunan global.
Namun, penelitian juga mengungkapkan adanya fenomena SDG-washing – di mana perusahaan atau yayasan mengklaim mendukung SDGs tetapi tanpa perubahan nyata dalam kebijakan filantropi mereka. Studi oleh Billedeau dan Wilson (2023) menemukan bahwa beberapa perusahaan di Kanada yang secara publik menyatakan komitmen terhadap SDGs justru mengalami penurunan dalam investasi sosial mereka. Hal ini menyoroti pentingnya akuntabilitas dalam filantropi berbasis SDGs.
Kolaborasi Lintas Sektor: Kunci Keberlanjutan Filantropi
Salah satu elemen utama dalam manajemen filantropi yang berkelanjutan adalah kemitraan lintas sektor. SDG 17, yang menekankan “Kemitraan untuk Tujuan”, mendorong filantropi untuk bekerja sama dengan pemerintah, bisnis, dan organisasi masyarakat sipil guna mencapai dampak yang lebih besar.
Salah satu inisiatif global yang mendukung kolaborasi ini adalah SDG Philanthropy Platform, yang didirikan oleh UNDP, Rockefeller Philanthropy Advisors, dan Foundation Center pada tahun 2014. Platform ini membantu organisasi filantropi untuk menyelaraskan program mereka dengan kebijakan pemerintah dan prioritas pembangunan nasional, serta mempertemukan para pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi berbasis kemitraan.
Model lain yang semakin populer adalah Public-Private-Philanthropy Partnerships (PPPPs), yang menggabungkan sumber daya dari sektor publik, swasta, dan filantropi untuk proyek pembangunan. Pendekatan ini telah digunakan dalam berbagai proyek global, seperti pendanaan inovatif untuk vaksinasi, inisiatif energi terbarukan, dan program edukasi inklusif.
Meski demikian, tantangan dalam kemitraan ini tetap ada. Studi menunjukkan bahwa sering kali terdapat perbedaan budaya organisasi dan ekspektasi antara sektor filantropi, bisnis, dan pemerintah. Oleh karena itu, penting bagi setiap mitra dalam PPPPs untuk memiliki peran yang jelas serta mekanisme tata kelola yang transparan guna menghindari dominasi satu pihak atas yang lain.
Menilai Dampak: Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas
Untuk memastikan bahwa filantropi benar-benar berkontribusi pada SDGs, diperlukan mekanisme pengukuran dampak yang transparan dan berbasis data. Organisasi filantropi kini semakin mengadopsi indikator SDGs dalam laporan evaluasi mereka.
Laporan dari Global Impact Investing Network (2018) menunjukkan bahwa lebih dari 50% investor berdampak (impact investors) menggunakan SDGs sebagai dasar untuk menilai kinerja sosial dan lingkungan mereka. Selain itu, berbagai yayasan mulai menggunakan alat pelaporan yang lebih sistematis, seperti SDG Dashboard, untuk melacak kemajuan program filantropi mereka.
Namun, pengukuran dampak bukan tanpa tantangan. Beberapa indikator SDGs, seperti pengurangan kemiskinan atau peningkatan kualitas pendidikan, sulit untuk diukur secara langsung dalam jangka pendek. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih holistik – yang menggabungkan data kuantitatif dengan metode kualitatif, seperti wawancara dengan penerima manfaat – semakin banyak diterapkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat.
Masa Depan Filantropi: Model Pendanaan yang Lebih Berkelanjutan
Selain hibah tradisional, filantropi kini mulai mengeksplorasi model pendanaan inovatif untuk memastikan keberlanjutan proyek-proyek sosial. Salah satu tren utama adalah investasi berdampak (impact investing), di mana dana filantropi tidak hanya diberikan sebagai hibah tetapi juga diinvestasikan dalam bisnis sosial yang dapat menghasilkan manfaat sosial dan keuntungan finansial.
Model lain yang semakin berkembang adalah blended finance, di mana dana filantropi digunakan sebagai modal awal untuk menarik investasi dari sektor swasta dan publik. Pendekatan ini telah digunakan dalam berbagai proyek SDG, seperti pembangunan infrastruktur hijau dan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin.
Selain itu, konsep venture philanthropy mulai berkembang, di mana yayasan filantropi beroperasi lebih mirip dengan perusahaan modal ventura, mendukung startup sosial dengan dana, pendampingan, dan strategi pertumbuhan jangka panjang.
Kesimpulan: Meningkatkan Peran Filantropi dalam SDGs
Filantropi memiliki potensi besar dalam mendukung pencapaian SDGs, tetapi dampaknya akan lebih maksimal jika dikelola dengan pendekatan yang strategis dan berkelanjutan. Dari strategi penyelarasan dengan SDGs, kemitraan lintas sektor, transparansi dalam pengukuran dampak, hingga inovasi dalam pendanaan – semua elemen ini berkontribusi pada transformasi filantropi menuju model yang lebih efektif dan bertanggung jawab.
Ke depan, filantropi perlu terus beradaptasi dengan tantangan global dan memastikan bahwa kontribusinya benar-benar berdampak bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan pendekatan yang lebih berbasis data, kolaboratif, dan inovatif, filantropi dapat menjadi salah satu kekuatan utama dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia.