MK Putuskan Caleg Terpilih Tidak Boleh Mundur untuk Maju Pilkada, DPR RI Siapkan Revisi UU Pemilu dan Pilkada

Arsip foto- Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyampaikan laporan kinerja Komisi II tahun 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/12/2024). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

JAKARTA, Komisi II DPR RI menanggapi putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pengunduran diri calon anggota legislatif (caleg) terpilih yang hendak maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). MK memutuskan bahwa caleg yang terpilih dan ingin mengundurkan diri untuk maju dalam pilkada melanggar hak konstitusional sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Putusan ini dianggap dapat memberikan dampak pada revisi undang-undang terkait pemilu dan pilkada di Indonesia.

Ketua Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan bahwa putusan MK akan menjadi bahan masukan dalam revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Rifqi menilai keputusan ini memberikan tantangan baru bagi partai politik dalam menugaskan kader-kadernya dalam pemilu.

Read More

“Putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi bahan bagi kami dalam rangka melakukan revisi terhadap kedua undang-undang tersebut,” kata Rifqi dalam konfirmasinya, Selasa (25/3/2025).

Selain itu, Rifqi yang juga merupakan Ketua DPP Partai Nasdem, menyatakan bahwa keputusan MK ini dapat mempersempit ruang partai dalam menempatkan kader-kader terbaiknya di berbagai pemilihan. Ia menilai bahwa hak untuk menempatkan kader di posisi tertentu tetap menjadi kewenangan partai politik, dan dengan adanya keputusan ini, partai-politik mungkin akan lebih terbatas dalam merencanakan penugasan kader mereka di masa depan, terutama jika jadwal pilkada dan pemilu legislatif bertabrakan.

Sebelumnya, pada 21 Maret 2025, MK mengabulkan sebagian gugatan terkait mekanisme pengunduran diri caleg terpilih dalam Undang-Undang Pemilu. Dalam putusan yang dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, Mahkamah memutuskan bahwa Pasal 426 Ayat 1 Huruf b UU Pemilu yang mengatur pengunduran diri caleg terpilih bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat, dengan pembatasan pengunduran diri yang hanya diperbolehkan apabila seseorang mendapatkan penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum.

Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyebutkan bahwa fenomena pengunduran diri caleg terpilih untuk maju dalam pilkada berpotensi merusak prinsip demokrasi. Hal ini dapat berujung pada praktik politik transaksional yang dapat merusak kedaulatan rakyat.

“Pengunduran diri untuk maju dalam pilkada dapat menciptakan praktik politik yang tidak sehat, yang mengurangi makna dari kedaulatan rakyat yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam pemilu,” ujar Arsul.

Dengan adanya putusan ini, Komisi II DPR RI menyatakan akan segera melakukan pembahasan untuk merevisi beberapa pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada guna menyesuaikan dengan keputusan MK tersebut. Namun, keputusan ini juga menunjukkan tantangan baru bagi partai politik dalam merencanakan strategi penempatan kader pada pemilihan umum dan pilkada mendatang.

Related posts

Leave a Reply