MK Minta Pemerintah Segera Unggah UU BUMN Baru: Hak Konstitusional Warga Dipertaruhkan

JAKARTA, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemerintah segera mengunggah dokumen Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang baru disahkan, agar dapat diakses publik secara luas. Permintaan ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang lanjutan uji materi UU BUMN di Gedung MK, Jakarta, Senin (13/10).

“Pak Eddy, tolong segera diunggah undang-undangnya. Kami sudah cari tiga hari ini. Ini sudah lama disahkan, tapi dokumennya belum muncul di publik,” tegas Saldi Isra kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) yang hadir mewakili pemerintah dalam sidang.

Saldi menekankan bahwa setelah Presiden menandatangani sebuah undang-undang, dokumen resmi harus segera dipublikasikan ke publik sebagai bagian dari proses legislasi yang transparan. Hal ini berkaitan langsung dengan hak konstitusional masyarakat.

“Begitu disahkan Presiden, publikasi menjadi tahap akhir pembentukan undang-undang. Jadi tolong, Prof. Eddy, agar masyarakat punya ruang jika merasa hak konstitusionalnya dilanggar,” tambah Saldi.

Dalam sidang tersebut, Eddy menjelaskan bahwa UU BUMN yang sebelumnya tercatat sebagai UU Nomor 1 Tahun 2025 kini telah diubah dengan disahkannya Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003, yang kini resmi bernama UU Nomor 16 Tahun 2025 tentang BUMN.

RUU perubahan itu disetujui DPR RI pada 2 Oktober 2025, dan telah ditandatangani Presiden menjadi undang-undang. Namun, dokumen final UU Nomor 16 Tahun 2025 belum tersedia di situs resmi pemerintah maupun publikasi nasional, sehingga menjadi sorotan MK.

Terkait uji materi yang diajukan oleh sejumlah pemohon atas UU BUMN lama (UU Nomor 1 Tahun 2025), pemerintah menilai perkara tersebut kini kehilangan objek, karena pasal-pasal yang dipersoalkan telah mengalami perubahan dalam UU terbaru.

“Semua pasal yang dimohonkan oleh para pemohon mengalami perubahan dalam UU Nomor 16 Tahun 2025. Oleh karena itu, kami meminta agar Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa permohonan a quo telah kehilangan objek,” terang Eddy Hiariej.

Perkara uji materi yang dibahas dalam sidang ini terdiri atas empat perkara konstitusional, yakni Perkara Nomor 38, 43, 44, dan 80/PUU-XXIII/2025, yang seluruhnya mempersoalkan sejumlah ketentuan dalam UU BUMN versi sebelumnya.

Namun karena UU yang menjadi dasar gugatan sudah berubah, MK perlu mempertimbangkan apakah sidang tetap berlanjut atau ditutup karena objek sudah tidak relevan lagi.

Related posts

Leave a Reply