Masyarakat Berbondong-Bondong Investasi Emas, Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Dalam Bahaya?

Ilustrasi: Petugas menunjukkan logam mulia emas 24K 100gram di BNI Syariah Pusat, Jakarta. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/Yudhi Mahatma)

JAKARTA, Harga emas kembali mencetak rekor baru pada perdagangan Rabu (16/4/2025). Emas batangan Logam Mulia produksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) melonjak menjadi Rp1.916.000 per gram, atau naik Rp20.000 dibandingkan hari sebelumnya.

Kenaikan tajam ini sejalan dengan tren harga emas dunia yang juga menguat. Di pasar spot, emas terapresiasi sebesar 0,58% ke level US$3.227,61 per troy ons pada perdagangan Selasa (15/4/2025), dan terus naik ke posisi US$3.241,7 per Rabu pagi pukul 05.57 WIB.

Read More

Kenaikan harga emas ini terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi global, khususnya akibat perang dagang yang kembali digencarkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, melalui kebijakan tarif tinggi terhadap negara mitra dagang.

Tren tersebut mendorong masyarakat mencari instrumen investasi yang lebih aman. Bank Syariah Indonesia (BSI) bahkan melaporkan bahwa saldo emas digital mereka naik tajam. Per 31 Maret 2025, saldo BSI Emas Digital tumbuh 231% secara tahunan (YoY), mencapai nilai Rp772 miliar.

Prof. Telisa Aulia Falianty, Guru Besar Ekonomi Moneter Universitas Indonesia (UI), menyebut fenomena ini mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap risiko krisis.

“Emas itu lebih kepada sense of crisis. Ketika kondisi ekonomi, terutama Amerika Serikat, tidak pasti, dan dolar AS volatil, maka masyarakat cenderung beralih ke emas sebagai safe haven,” kata Telisa, Rabu (16/4/2025).

Telisa menambahkan, naiknya pembelian emas juga dipengaruhi oleh masuknya Tunjangan Hari Raya (THR) pada masa Lebaran 2025. Berbeda dengan pola konsumsi tahun-tahun sebelumnya, masyarakat kini memilih menabung atau berinvestasi emas ketimbang belanja konsumtif.

Hal ini tercermin dalam data Indeks Penjualan Riil (IPR) yang hanya tumbuh 0,5% pada Maret 2025 ke level 236,7—anomali dibandingkan pertumbuhan 2–3% pada momentum Lebaran sebelumnya.

Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga terus menurun dalam tiga bulan terakhir. Pada Maret 2025 tercatat 121,1, turun dari Februari (126,4) dan Januari (127,2).

“IPR turun, IKK juga melandai. Artinya masyarakat semakin hati-hati dalam membelanjakan uangnya, dan lebih memilih diversifikasi aset sebagai antisipasi krisis,” jelas Telisa.

Fenomena gold rush juga dirasakan langsung oleh pelaku industri. PT Aneka Tambang (Antam) membatasi antrean transaksi di Butik Emas Logam Mulia hanya hingga 200 transaksi per hari, sementara PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) meningkatkan kapasitas produksi sebesar 30% tahun ini untuk memenuhi lonjakan permintaan.

Bahkan, antrean panjang pembeli emas terlihat di Butik Antam Pulo Gadung, Jakarta Timur, pada Jumat (11/4/2025), serta pada sejumlah pameran emas di pusat perbelanjaan ibu kota.

“Fenomena ini mengingatkan kembali pada krisis global 2011, saat harga emas juga melonjak tajam,” kata Prof. Syafruddin Karimi, Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas.

Data dari World Gold Council menunjukkan, permintaan emas batangan di Indonesia meningkat dari 781,7 ton pada 2023 menjadi 860,7 ton di 2024 atau tumbuh sekitar 10%. Khusus dari sektor investasi, permintaan naik hingga 25%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengakui bahwa aliran investasi global mulai bergeser dari surat utang ke logam mulia. Menurutnya, pergeseran ini memperkuat tren bahwa emas kini lebih dipercaya sebagai pelindung nilai di tengah gejolak pasar.

“Pergeseran investasi terjadi, dari obligasi ke pasar negara berkembang, namun yang paling besar adalah ke emas,” ujar Perry dalam Rapat Dewan Gubernur BI Maret 2025.

Hal senada juga disampaikan oleh Chairman CT Corp, Chairul Tanjung (CT), yang menyebut emas kini menjadi pengganti dolar AS sebagai mata uang safe haven.

“Yang naik hanya emas, karena dia pengganti dari dolar yang sedang melemah,” ujar CT dalam diskusi panel The Yudhoyono Institute.

Related posts

Leave a Reply