JAKARTA, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan tugas kalangan ulama untuk menjelaskan bahwa relasi antara agama dan negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah final.
“Sebenarnya relasi agama dan negara itu final. Memang iya, sudah final. Kita yang ada di sini sudah menganggap final. Tetapi yang kita lihat, masih ada gerakan-gerakan yang menganggap tidak final,” kata Mahfud, di Jakarta, Kamis.
Mahfud saat menjadi pembicara dalam acara Standardisasi Kompetensi Dai Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Kantor MUI, Jakarta, mengingatkan, menjadi tugas para dai menjelaskan relasi yang sudah final tersebut kepada masyarakat melalui dakwah-dakwah yang menyejukkan.
“Sebenarnya malu kita sih ngulang-ngulang ini, ngulang terus ini, kan sudah final sejak dulu. Tetapi muncul gerakan-gerakan yang bersifat ‘oh itu belum final’, itu banyak sekali. Nah, itu lah tugas kita sekarang,” katanya.
Ia mengatakan banyak orang yang kemudian menyalahkan ideologi negara, yakni Pancasila ketika banyak pejabat yang melakukan korupsi atau rakyat yang melakukan kejahatan.
Menurut dia, pemikiran semacam itu sesat karena harus dibedakan antara oknum dan institusi, sebab Pancasila tidak pernah sekali pun membenarkan tindakan korupsi.
Sebagaimana agama yang mengajarkan prinsip-prinsip kebaikan, kata dia, tetapi ada saja oknum yang mencoreng nama baik agama dengan melakukan perbuatan-perbuatan tercela.
“Masa ustaznya mau disalahkan, masa Alquran-nya mau disalahkan, masa ideologi negaranya mau disalahkan. Justru tugas kita itu,” katanya pula.
Bahkan, Mahfud juga mengatakan siapa pun bisa melanggar hukum, baik pejabat maupun rakyat sehingga harus disikapi secara proporsional.
Mahfud menceritakan ketika menghadiri kongres ulama di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, beberapa waktu lalu sempat mendapat pertanyaan pelanggaran hukum dan konstitusi dilakukan pejabat atau rakyat.
“Saya ditanya, ‘Pak Mahfud, yang melanggar hukum dan melanggar konstitusi itu pejabat apa rakyat,’” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud tegas menjawab bahwa pelanggaran hukum bisa dilakukan baik pejabat maupun rakyat, sehingga yang ada di penjara tidak hanya pejabat, tetapi juga rakyat.
“Kalau pejabat melanggar, ya, sikat, rakyat juga disikat, kan begitu harusnya. Jangan katakan lalu membedakan seakan-akan pejabat itu rusak, rakyatnya endak, ya, endak juga, gitu,” katanya pula.