JAKARTA, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan bahwa Omnibus Law Keamanan Laut bukan mengubah kewenangan masing-masing institusi dan lembaga, melainkan mengoordinasikan agar tidak tumpang tindih.
“Selama ini kan yang menangani berbeda-beda. (Kementerian) Kelautan itu menangani soal pencurian ikannya, misalnya. Kemudian, bea cukai menangani, ya, cukainya, soal pajaknya. Ada menangani pelanggaran perbatasannya, macam-macam,” katanya, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.
Masing-masing institusi, kata dia, memiliki kewenangan masing-masing memakai beberapa undang-undang yang berbeda dan sebenarnya semuanya sah.
“Itu kan peninggalan undang-undang yang lalu, setiap lembaga punya UU-nya sendiri sehingga yang menangani hal yang sama,” katanya.
Kondisi semacam itu membuat penanganan masalah kelautan menjadi tumpang tindih dan berkepanjangan, bahkan kontraproduktif antarlembaga.
“Kadangkala, satu kapal yang sama itu ditangani oleh berbagai instansi yang berbeda. Kadang yang satu nangkap, yang satu bebaskan, kadangkala. Meski kasus itu tidak banyak, tapi pernah terjadi,” katanya.
Dengan adanya Omnibus Law Keamanan Laut, kata dia, semuanya dikoordinasikan menjadi satu agar tidak menjadi masalah hukum dan penanganan masalah kelautan menjadi lancar.
“Bakamla (Badan Keamanan Laut) akan menjadi kordinator dari itu semua. Tanpa menghilangkan kewenangan masing-masing tetapi tidak boleh tumpang tindih. Itu prinsipnya,” jelasnya.
Nantinya, Mahfud menjelaskan Omnibus Law akan mengatur semua aspek, mulai “illegal fishing” (pencurian ikan), imigran ilegal, hingga persoalan perbatasan negara di wilayah laut.
“Omnibus itu sudah akan jalan dan sudah masuk prolegnas (program legislasi nasional), tentang keamanan laut. Di situ dikordinasikan sehingga tidak berpindah-pindah pintu secara berbeda dan lama,” katanya.