SLEMAN, Pakar hukum tata negara sekaligus Mantan Menkopolhukam Mahfud MD mengapresiasi wacana Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Mahfud menilai usulan ini sebagai langkah positif untuk mengevaluasi sistem pemilihan kepala daerah yang ada saat ini.
“Bagus, menurut saya itu bagus, dalam arti untuk mengevaluasi lagi apakah harus kembali ke DPR atau tidak, kita bicarakan. Tapi, harus dievaluasi karena yang sekarang ini selain mahal juga jorok yang sekarang terjadi ini,” kata Mahfud di Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, DIY, pada Jumat (13/12).
Mahfud mengingatkan bahwa pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pernah ada pengesahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD. Namun, keputusan itu hanya bertahan beberapa hari, karena pada awal Oktober 2014, SBY memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mempertahankan pilkada langsung.
“Dicabut lagi hanya dua hari karena pertimbangan politik yang panas pada waktu itu,” kenang Mahfud.
Mahfud juga menilai bahwa wacana Prabowo untuk kembali mempertimbangkan pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini bisa dibicarakan lebih lanjut, dengan tetap mempertimbangkan asas demokrasi dalam proses Pilkada.
“Nantilah didiskusikan demokrasinya kayak apa yang mau kita bangun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyarankan agar kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota kembali dipilih oleh DPRD, seperti yang diterapkan di beberapa negara tetangga. Menurutnya, sistem ini lebih efisien dan tidak memerlukan biaya yang besar.
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” kata Prabowo dalam pidatonya di puncak perayaan HUT ke-60 Partai Golkar, Sentul, Kamis (12/12) malam.
Prabowo menyatakan bahwa sistem pemilihan kepala daerah yang ada saat ini menghabiskan anggaran yang besar, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak, seperti pendidikan dan infrastruktur.
“Efisien enggak keluar duit kayak kita kaya, uang yang bisa beri makan anak-anak kita, uang yang bisa perbaiki sekolah, bisa perbaiki irigasi,” ujar Prabowo.
Dia juga menyinggung mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh kontestan pilkada, yang menurutnya memerlukan perbaikan sistem secara bersama-sama.
“Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing,” tambahnya.
Wacana Prabowo ini membuka ruang diskusi lebih lanjut mengenai masa depan sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia, dengan mempertimbangkan efisiensi anggaran dan keberlanjutan demokrasi.