Penetapan cuti bersama HUT ke-80 RI secara mendadak menuai kritik dari pelaku usaha, terutama di sektor industri dan ekspor-impor.
JAKARTA, Keputusan pemerintah menetapkan 18 Agustus 2025 sebagai cuti bersama dalam rangka HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia menuai beragam reaksi dari pelaku usaha. Meski memahami alasan nasional di balik penetapan hari libur tambahan tersebut, dunia usaha menilai pengumuman yang dilakukan secara mendadak memberi dampak serius terhadap keberlangsungan operasional.
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira, mengatakan bahwa meski pelaku usaha menghargai semangat kebangsaan, keputusan libur mendadak harus dipertimbangkan dengan matang, mengingat dampaknya yang luas, khususnya pada sektor industri, logistik, dan manufaktur.
“Sebagai pelaku usaha, tentu kami memahami bahwa penetapan hari libur nasional, termasuk yang bersifat mendadak, adalah bagian dari kebijakan negara yang sering kali mempertimbangkan momentum kebangsaan atau aspek sosial-kultural,” ujar Anggawira, Jumat (8/8/2025).
Namun, ia menegaskan bahwa dunia usaha sangat bergantung pada kepastian dan stabilitas operasional. Menurutnya, keputusan libur secara tiba-tiba seperti ini membawa tiga dampak utama yang merugikan:
1. Kepastian Usaha Terganggu
Banyak pelaku usaha, terutama UMKM dan industri padat karya, telah merancang jadwal produksi dan distribusi jauh hari sebelumnya. Libur dadakan berisiko menyebabkan backlog atau penundaan pengiriman barang dan jasa.
2. Produktivitas dan Efisiensi Menurun
Perusahaan harus menyesuaikan ulang penjadwalan tenaga kerja secara mendadak, yang berdampak pada penurunan efisiensi dan bahkan peningkatan biaya produksi.
3. Risiko terhadap Kontrak Ekspor-Impor
Pelaku ekspor-impor sangat membutuhkan kepastian tanggal kerja karena berkaitan dengan jadwal kapal, bea cukai, dan deadline internasional. Libur yang diumumkan tanpa persiapan berpotensi memicu kerugian finansial.
“Libur mendadak bisa berakibat pada pelanggaran kontrak ekspor dan keterlambatan distribusi barang ke luar negeri,” jelas Anggawira.
Ia menyampaikan harapan agar ke depan, penetapan hari libur tambahan dilakukan dengan pemberitahuan yang cukup waktu dan melibatkan koordinasi lintas sektor, termasuk asosiasi pengusaha.
“Kami berharap ke depan, pemerintah bisa menyampaikan penetapan hari libur tambahan jauh hari sebelumnya, sehingga dunia usaha punya cukup waktu untuk menyesuaikan,” tutupnya.
HIPMI menegaskan bahwa dunia usaha tetap mendukung semangat nasionalisme dan perayaan kemerdekaan, namun menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek kebangsaan dan stabilitas ekonomi nasional.