JAKARTA, Kementerian Keuangan dikabarkan akan melakukan rotasi besar-besaran dalam jajaran pejabat strategisnya. Salah satu posisi kunci yang santer dikabarkan akan mengalami pergantian adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Menurut informasi yang beredar, Letnan Jenderal TNI Djaka Budi Utama, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN), disebut-sebut bakal ditunjuk menggantikan Askolani, yang telah menjabat Dirjen Bea Cukai sejak 12 Maret 2021.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi, menyebut tren pengisian jabatan sipil oleh figur militer aktif atau purnawirawan menjadi perhatian serius.
“Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan serius terkait netralitas birokrasi, profesionalisme teknokratik, dan semangat reformasi birokrasi,” kata Badiul, Senin (19/5/2025).
Ia menambahkan, risiko militerisasi birokrasi sipil dapat mengganggu prinsip meritokrasi, melemahkan partisipasi publik, dan menciptakan potensi tumpang tindih antara fungsi pertahanan dan administrasi negara.
“Teknokrasi fiskal sangat berbeda dengan dunia intelijen atau militer,” tegasnya.
Badiul menekankan bahwa jabatan Dirjen Bea dan Cukai bukan hanya soal pengamanan atau kedisiplinan, tetapi juga mencakup:
- Pengelolaan kebijakan tarif dan perdagangan luar negeri
- Penerimaan negara non-migas yang menyumbang Rp 300-400 triliun per tahun
- Modernisasi sistem kepabeanan dan cukai
- Pemulihan kepercayaan publik pasca sejumlah kasus korupsi dan gaya hidup mewah pejabat
“Dirjen baru harus mampu memimpin audit menyeluruh, memperkuat pengawasan, menegakkan hukum, dan mendorong digitalisasi pelayanan,” papar Badiul.
Menurut Badiul, proses pengangkatan pejabat sipil strategis, apalagi yang berasal dari kalangan militer, seharusnya melalui seleksi terbuka dan akuntabel agar publik dapat menilai kapasitas dan integritas kandidat.
“Penunjukan seperti ini tidak boleh menjadi pola permanen. Harus tetap mempertimbangkan kompetensi sektoral dan prinsip good governance,” ujarnya.
Citra Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sempat terpuruk akibat berbagai dugaan korupsi, penyalahgunaan wewenang, serta gaya hidup mewah para pejabatnya yang viral di media sosial. Kondisi ini memperlemah kepercayaan publik terhadap institusi strategis ini.