Oleh: Dicky Antoni, PK Ahli Pertama, Bapas Kelas I Jakarta Timur-Utara
Ketika Anda mendengar kata “Lapas” saya yakin dan percaya Anda sudah paham mengenai kata tersebut. Ya, Lapas yang merupakan singkatan Lembaga Pemasyarakatan, atau yang awam disebut Penjara, istilah yang sudah cukup dikenal masyarakat luas.
Masyarakat mengenal lembaga tersebut sebagai tempat dimana orang-orang yang bermasalah dengan hukum diberikan pembinaan atau penjeraan. Memang semenjak tahun 1964, istilah Penjara atau Pemenjaraan sudah dihapuskan dan diganti dengan Lembaga Pemasyarakatan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia saat itu yakni DR. Sahardjo.
Penjara yang sudah dikenal sejak jaman kolonial, dinilai sudah tidak relevan karena sangat bersifat Punitif (penghukuman/pembalasan dendam). Konsep Pemasyarakatan diusung agar perlakuan terhadap narapidana lebih manusiawi dengan konsep memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan.
Sekarang kita tinggalkan Lapas. Ketika Anda mendengar kata “Bapas”, apa yang ada dalam bayangan Anda? Saya berani jamin sebagian besar dari Anda baru mendengar kata atau istilah ini.
Beberapa orang menganggap Lapas dan Bapas sama saja, ada juga yang mengartikan Bapas sebagai Badan Pemasyarakatan tanpa mengetahui tugas dan fungsinya.
Bapas atau yang dahulu disebut Bispa (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak) belum dikenal luas di masyarakat, meski tugas dan fungsinya sangat krusial dalam sistem pemasyarakatan.
Hal ini dikarenakan salah satunya juga exposure yang masih minim, terutama oleh media di tanah air. Bahkan salah satu berita harian online terbesar di Indonesia pun terkadang masih salah menuliskan kepanjangan dari Bapas itu sendiri.
Bapas adalah Balai Pemasyarakatan, sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Hukum dan HAM RI yang menjalankan fungsi Pembimbingan Kemasyarakatan terhadap Klien.
Pembimbingan Kemasyarakatan sendiri adalah kegiatan yang diselenggarakan guna pendampingan Klien di dalam dan di luar proses peradilan pidana serta mempersiapkan Klien untuk proses reintegrasi sosial.
Klien Pemasyarakatan atau Klien adalah seseorang yang berada dalam pembimbingan kemasyarakatan, baik dewasa maupun anak. Mungkin Anda masih bingung dengan definsi di atas, karena definisi tersebut merupakan definisi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Saya mungkin akan persingkat.
Bapas atau Balai Pemasyarakatan adalah merupakan sebuah lembaga yang memiliki tugas dan fungsi dalam melakukan Pendampingan, Pembimbingan, Pengawasan, dan pembuatan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) kepada Klien.
Pada dasarnya domain dari Bapas terbagi menjadi dua, yaitu menangani perkara Anak yang Berhadapan dengan Hukum/ABH (berusia di bawah 18 tahun) dan perkara Dewasa (berusia 18 tahun atau lebih).
Dalam menangani perkara ABH, petugas Bapas atau yang disebut sebagai Pembimbing Kemasyarakatan (PK), dituntut untuk melakukan fungsi Pendampingan di setiap tahap peradilan pidana (pra-ajudikasi, ajudikasi, pasca-ajudikasi) dan pembuatan Litmas sebagai rekomendasi untuk pertimbangan Hakim dalam memutus perkara anak.
Sedangkan domain kedua, Bapas berfungsi dalam menangani perkara Dewasa. Pada perkara Dewasa, seluruh terdakwa yang telah mendapatkan keputusan tetap dari pengadilan (inkracht) entah di tahap pengadilan, banding ataupun kasasi akan dilakukan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Namun, narapidana yang telah mendapat vonis, juga mendapatkan hak untuk mengajukan program Reintegrasi Sosial. Artinya, para narapidana tidak perlu menghabiskan seluruh masa pidananya di dalam tembok/Lapas, melainkan dapat mengajukan program reintegrasi sosial (pembebasan bersyarat) sehingga bisa pulang lebih awal dan menjalani masa pidana di luar tembok, tentunya setelah memenuhi persyaratan-persyaratan.
Disinilah Bapas mengambil peranan penting. Seluruh narapidana yang program pembebasan bersyaratnya disetujui oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, maka narapidana tersebut akan dilimpahkan dan diserah-terimakan dari Lapas/Rutan (Rumah Tahanan Negara) kepada Bapas untuk selanjutnya menjalankan Pembimbingan dan statusnya berubah dari narapidana menjadi klien.
Setelah narapidana mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Menteri Hukum dan HAM RI mengenai program pembebasan bersyarat mereka, maka narapidana berubah namanya menjadi klien pemasyarakatan/klien dan akan menjalankan sisa pidananya di luar tembok di bawah bimbingan dari petugas Bapas.
Klien yang sudah diterima oleh Bapas, maka akan dilakukan fungsi Pembimbingan dan Pengawasan terhadap mereka, salah satunya adalah dengan cara wajib lapor kepada PK yang menangani masing-masing klien hingga masa pidana/masa bimbingan mereka berakhir.
Secara simpel bisa dikatakan bahwa dalam fungsi ini, Jika Lapas melakukan pembinaan narapidana di dalam tembok sedangkan Bapas melakukan pembimbingan di luar tembok.
Semoga sekarang sudah lebih tercerahkan ya perbedaan antara Lapas dan Bapas.