JAKARTA, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kubu Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk tidak mengesahkan perubahan susunan kepengurusan PBNU masa khidmat 2022–2027. Permintaan ini disampaikan menyusul keputusan Rapat Pleno PBNU yang menetapkan Zulfa Mustofa sebagai penjabat (Pj) Ketua Umum.
Melalui surat resmi yang ditujukan kepada Kemenkumham, kelompok yang dikenal sebagai kelompok Kramat itu menilai pemberhentian Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU oleh Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 tidak memiliki dasar hukum dan dinilai tidak sah.
Dalam pernyataan yang ditandatangani Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dan Wakil Sekretaris PBNU Najib Azca, mereka menegaskan bahwa sesuai Anggaran Rumah Tangga (ART) NU Pasal 40 ayat (1) huruf e, Ketua Umum dipilih langsung oleh muktamirin dalam Muktamar dan berkedudukan sebagai Mandataris Muktamar.
“Sebagai Mandataris Muktamar, Ketua Umum tidak dapat diberhentikan kecuali terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap AD/ART, serta harus diputuskan melalui Muktamar Luar Biasa sebagaimana diatur dalam ART Pasal 74,” demikian pernyataan yang diterima NU Online, Rabu (10/12/2025).
Kubu Gus Yahya juga menilai ketentuan Peraturan Perkumpulan Nomor 13 Tahun 2025 Pasal 8 terkait pemberhentian fungsionaris tidak dapat diberlakukan kepada Ketua Umum karena posisinya yang bersifat mandat konstitusional dari Muktamar.
Kelompok Kramat menyebut alasan pemberhentian yang disampaikan pihak Syuriyah hanya berdasarkan dugaan tanpa proses pembuktian. Mereka bahkan menyatakan terdapat sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Rais Aam terkait Muqaddimah Qanun Asasi, Khittah NU, AD/ART, serta Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Selain itu, mereka mengutip Peraturan Perkumpulan Nomor 10 Tahun 2025 Pasal 15 ayat (3) yang menyatakan keputusan Rapat Harian Syuriyah hanya mengikat pengurus harian Syuriyah, sehingga Ketua Umum tidak terikat pada keputusan tersebut.
Dengan berbagai argumentasi tersebut, kubu Gus Yahya meminta Kemenkumham menolak pengesahan perubahan susunan pengurus PBNU sebelum dihasilkannya kepengurusan baru melalui Muktamar yang sah.
“Atas dasar itu, kami dengan hormat memohon kepada Kementerian Hukum Republik Indonesia untuk tidak mengesahkan perubahan apa pun terhadap susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama masa khidmat 2022–2027 hingga dihasilkannya kepengurusan baru melalui Muktamar NU yang sah, kredibel, dan bermartabat berdasarkan ketentuan AD/ART,” demikian pernyataan tersebut.







