KSPI Tolak PP Pengupahan, Buruh Tuntut Kenaikan UMP 2026 Minimal Setara Tahun Lalu

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal

JAKARTA, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh (KSP-PB) menolak Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang akan dijadikan dasar penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.

Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan buruh menolak jika PP tersebut sudah ditandatangani dan dipaksakan menjadi rujukan utama.

Read More

“KSPI menolak PP Pengupahan kalau benar peraturan pemerintah tersebut sudah ditandatangani. Ini aturan yang akan mengikat jutaan buruh dan bisa berlaku hingga puluhan tahun, tapi tidak pernah dibahas secara mendalam bersama serikat pekerja,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12/2025).

Menurut Said, ada beberapa alasan mendasar penolakan ini. Pertama, PP Pengupahan disusun tanpa pembahasan yang layak dengan serikat pekerja. Diskusi substansial di Dewan Pengupahan, menurut KSPI, hanya terjadi sekali pada 3 November 2025. Padahal, PP Pengupahan bukan aturan jangka pendek.

“Pembahasan di Dewan Pengupahan cuma sekali. Padahal PP bisa berlaku lama, bahkan bisa sampai 10 tahun. Ini bukan sekadar angka, ini soal hidup buruh dan keluarganya,” tegas Said.

Kedua, PP Pengupahan dinilai berpotensi melanggar prinsip kebutuhan hidup layak. Dalam aturan tersebut terdapat mekanisme yang memungkinkan daerah tertentu yang dianggap sudah melewati batas atas tidak mengalami kenaikan upah, sementara harga kebutuhan pokok terus meningkat.

Ketiga, Said menekankan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 menegaskan bahwa kenaikan upah minimum harus berbasis inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang adil, bukan indeks yang justru menahan kenaikan agar tetap rendah.

KSPI menyoroti indeks tertentu 0,3–0,8 yang digunakan pemerintah. Bila memakai indeks terendah (0,3), kenaikan upah minimum hanya sekitar 4,3 persen. Said menilai angka ini mencerminkan praktik upah murah.

“Kalau indeks 0,3 dipakai, kenaikan bisa hanya sekitar 4,3 persen. Itu terlalu kecil. Ini mengembalikan upah murah,” kata Said.

Ia mempertanyakan apakah Presiden Prabowo Subianto menyadari konsekuensi sosial dari kebijakan tersebut. “Apakah Presiden sudah tahu jika kebijakan ini menyebabkan upah murah? Buruh diminta produktif, tapi upah ditahan serendah mungkin,” ujar Said.

KSPI mengajukan empat opsi tuntutan kenaikan UMP 2026:

  1. Kenaikan 6,5 persen, minimal sama seperti tahun lalu.

  2. Kenaikan 6–7 persen sebagai rentang moderat untuk menjaga daya beli buruh.

  3. Kenaikan 6,5–6,8 persen sebagai opsi kompromi yang realistis dan terukur.

  4. Kenaikan dengan indeks tertentu 0,7–0,9, bukan 0,3–0,8.

“Empat opsi ini jelas. Intinya buruh menolak kenaikan yang jatuh di kisaran 4 persen. Minimal harus setara bahkan lebih baik dari tahun sebelumnya, dan indeks tertentu harus dinaikkan ke 0,7 sampai 0,9,” jelas Said.

Said menambahkan, puluhan ribu buruh dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten akan melakukan aksi di Istana pada Jumat, 19 Desember 2025. Aksi serupa juga akan digelar serentak di berbagai provinsi di Jawa dan Sumatera.

“Aksi ini untuk menyuarakan penolakan terhadap PP Pengupahan dan penetapan upah minimum yang tidak sesuai harapan buruh,” pungkasnya.

Related posts

Leave a Reply