JAKARTA, Anggota DPR RI, Cellica Nurrachadiana, mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil langkah konkret dan sistematis dalam mengatasi krisis layanan kesehatan di RSUD Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam pernyataan persnya, Minggu (13/4/2025), Anggota Komisi IX DPR RI ini menyoroti kelangkaan dokter anestesi di RSUD Sikka yang menghambat pelayanan medis darurat, termasuk operasi bedah dan persalinan berisiko tinggi.
“Ini darurat! Pasien tak boleh lagi jadi korban kelambanan birokrasi,” tegas Cellica.
Ia mengungkapkan bahwa banyak pasien kritis harus dirujuk ke luar daerah karena tidak ada dokter anestesi yang bertugas, sebuah kondisi yang dinilai berisiko tinggi terhadap keselamatan pasien.
Cellica meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pemerintah daerah segera menyelaraskan proses perizinan tenaga kesehatan, termasuk Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Ia juga menekankan pentingnya koordinasi pusat dan daerah dalam distribusi dokter spesialis ke wilayah terpencil.
Selain krisis tenaga medis, Cellica juga menyoroti lemahnya pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di RSUD Sikka.
Menurutnya, skema BLUD yang seharusnya memberikan fleksibilitas keuangan justru menjadi penghambat pelayanan karena konflik dalam penetapan tarif layanan.
“Ketika tarif layanan menjadi hambatan, maka sistem itu harus dievaluasi,” ujarnya.
Ia mendorong Kemenkes dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan BLUD, termasuk peninjauan regulasi tarif layanan, peningkatan insentif tenaga medis di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), serta monitoring dan evaluasi berkala.
RSUD Sikka sendiri berada di wilayah dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi di Indonesia.
Cellica mengungkapkan bahwa kondisi jalan dan jembatan yang rusak turut menghambat akses ke fasilitas kesehatan, memaksa banyak ibu hamil melahirkan di rumah tanpa bantuan medis.
Untuk mengatasi hal tersebut, Legislator dari Partai Demokrat ini mengusulkan redistribusi prioritas tenaga kesehatan ke wilayah 3T, percepatan pembangunan infrastruktur menuju fasilitas kesehatan, serta pelatihan intensif bagi bidan desa.
Sebagai solusi jangka panjang, Cellica juga mengusulkan pembentukan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkes di setiap provinsi guna mempercepat koordinasi dan respons terhadap krisis kesehatan. Ia menilai transformasi digital juga perlu diperkuat, termasuk dalam penerapan telemedisin.
“BLUD harus dievaluasi, tenaga medis harus didistribusikan, dan infrastruktur harus dibenahi. Jika tidak, rakyat terus jadi korban,” tegasnya.
Cellica berharap usulan pembentukan Kanwil Kemenkes dapat segera direalisasikan demi pemerataan layanan kesehatan, khususnya di wilayah tertinggal.
“Kesehatan adalah hak konstitusional. Negara wajib hadir menyelamatkan nyawa tanpa diskriminasi,” pungkasnya.