Kredit Macet vs Toxic Friend: Banker Bandung Ingatkan Pentingnya Mental Health untuk Merdeka Ekonomi

BANDUNG, Semangat kemerdekaan 17 Agustus bukan hanya dimaknai lewat upacara bendera dan perlombaan khas rakyat. Bagi Krisna, banker di salah satu bank BUMN di Bandung, kemerdekaan sejati adalah ketika bangsa terbebas dari “penjajahan” baru, yakni lingkungan toxic yang merusak kesehatan mental masyarakat.

“Kalau dulu pejuang lawan kolonial, sekarang kita lawan toxic environment. Baik di circle pertemanan, kerjaan, bahkan di kehidupan sehari-hari. Karena bangsa yang kuat dimulai dari mental rakyatnya yang sehat,” ujar Krisna saat ditemui di Bandung, Selasa (19/8/2025).

Read More

Krisna menegaskan, kesehatan mental memiliki kaitan erat dengan produktivitas dan ketahanan ekonomi nasional. Menurutnya, tenaga kerja yang rentan stres akibat tekanan target kerja ditambah lingkungan pertemanan yang tidak sehat akan sulit mencapai performa optimal.

“Bayangin aja, orang kerja di bank sudah pusing sama target. Kalau circle pertemanan juga toxic, produktivitas bisa drop. Padahal ekonomi Indonesia lagi butuh tenaga kerja yang fokus, kreatif, dan nggak gampang stres, apalagi di tengah kondisi global yang penuh tantangan,” katanya.

Sejumlah studi juga memperkuat pandangan tersebut. Penelitian Journal of Social and Personal Relationships (2021) menunjukkan energi negatif dapat menular layaknya virus. Kondisi ini, jika meluas, bisa memicu efek domino: menurunnya produktivitas kerja, melemahnya daya beli, hingga melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Dengan analogi khas dunia perbankan, Krisna menyamakan pengaruh toxic dalam kehidupan dengan kredit macet di sektor finansial.

“Kalau di bank ada kredit macet, nah di hidup berbangsa ada juga toxic macet. Awalnya kelihatan kecil, tapi lama-lama jadi beban kalau nggak diputus. Sama kayak ekonomi negara, kalau kebijakan toxic nggak dipotong, dampaknya bisa panjang,” tegasnya.

5 Tips Anti-Toxic ala Banker

Sebagai bentuk refleksi Hari Kemerdekaan, Krisna menawarkan lima tips sederhana yang menurutnya bisa diterapkan secara personal maupun dijadikan filosofi pembangunan ekonomi:

1. Set Boundaries → seperti APBN yang punya batas defisit.

2. Kenali Red Flag → mirip deteksi dini krisis ekonomi.

3. Self-Care → investasi jangka panjang bagi tenaga kerja yang tangguh.

4. Upgrade Circle → diversifikasi ekonomi, jangan bergantung pada satu sektor.

5. Cek Diri Sendiri → audit internal agar tidak salah arah.

Menutup pesannya, Krisna mengingatkan generasi muda untuk tidak berlama-lama bertahan dalam lingkungan toxic.

“Mental health itu tabungan emas. Sama kayak Indonesia yang merdeka 17 Agustus 1945, kemerdekaan sejati adalah saat kita bisa bebas dari hal-hal yang nguras energi tanpa manfaat. Kalau rakyatnya sehat mental, ekonominya pun bisa lebih kokoh,” pungkasnya.

Related posts

Leave a Reply