Kredit Macet UMKM Bikin Bank Mengkeret?

Oleh: Hasan Ashari

Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute

Read More

 

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peran yang bukan kaleng-kaleng dalam perekonomian. Disadari atau tidak UMKM merupakan tulang punggung ekonomi nasional, menyumbang saham terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan penggerak utama dalam menyejahterakan masyarakat.

Dalam mengupayakan UMKM naik kelas, akses pada perbankan menjadi salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan UMKM untuk menghadapi tantangan agar UMKM berkembang secara berkelanjutan. Kucuran kredit kepada UMKM oleh perbankan merupakan langkah strategis guna mendukung pertumbuhan sektor ini.

Kredit yang diperoleh memungkinkan UMKM untuk meningkatkan modal kerja, memperluas skala usaha, serta meningkatkan daya saing. Dengan adanya akses pembiayaan yang memadai, UMKM dapat berinovasi, meningkatkan kualitas produk, serta memperluas jangkauan pemasaran. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun, di balik manfaat besar yang ditawarkan melalui kredit perbankan, ada mudarat yang perlu dihindari, yaitu risiko kredit macet yang membayang-bayangi, tidak saja buat perbankan tapi untuk UMKM itu sendiri.

Kredit macet mengintai ketika nasabah debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk menyetor cicilan sesuai jadwal. Dalam konteks UMKM, kredit macet sering kali diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti rendahnya kemampuan manajerial, kurangnya pemahaman tentang pengelolaan keuangan, hingga dampak dari kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Menurut Kepala Eksekutif OJK Dian Ediana Rae di November 2024, ia menyatakan bahwa pada tahun 2023 kredit sektor UMKM tumbuh 8,34 persen (yoy), namun di tahun tahun 2024 tren pertumbuhan UMKM cenderung melambat, hal itu sejalan dengan risiko kredit UMKM yang meningkat ditandai dengan kredit macet yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Untuk mengatasi masalah kredit macet pada UMKM, pemerintah sering kali melakukan langkah hapus buku. Langkah ini dilakukan untuk bersih-bersih neraca keuangan perbankan dari kredit bermasalah sekaligus memberikan kesempatan baru bagi UMKM untuk bangkit dan mulai dari nol lagi.

Sampai dengan Desember 2024, hapus tagih kredit macet mencapai 67.000 UMKM dengan nilai Rp 2,4 triliun. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga menyebutkan bahwa ada potensi bersih-bersih utang lebih dari sejuta UMKM dengan nilai kredit tidak kurang dari Rp 15 triliun.

Kebijakan hapus buku memberikan angin segar bagi UMKM yang mengalami kesulitan finansial, karena memungkinkan mereka untuk mengurangi beban utang yang menumpuk. Dengan demikian, UMKM dapat fokus pada pemulihan dan pengembangan usaha tanpa dibebani oleh kewajiban yang sulit mereka penuhi.

Meski demikian, penting untuk mempertimbangkan potensi kredit macet (non performing loan/NPL) pada UMKM secara lebih mendalam mengingat tren kredit macet UMKM yang cenderung naik. Menurut OJK, total kredit macet UMKM mencapai Rp62,22 triliun di tahun 2024, dengan sektor perdagangan besar dan eceran menyumbang nilai kredit macet terbesar.

Tahun Kredit Disalurkan (Juta Rp) Kredit Macet (Juta Rp) Rasio NPL (%)
2020 1.150.000 45.000 3,91
2021 1.221.000 46.750 3,83
2022 1.350.000 53.640 3,41
2023 1.420.000 59.900 3,71
2024 1.500.000 62.220 4,05

Sumber: Dari berbagai sumber

Apakah potensi kredit macet ini tergolong tinggi atau rendah? Potensi kredit macet UMKM sering kali bergantung pada berbagai faktor, termasuk kondisi makroekonomi, struktur bisnis UMKM, serta kebijakan dan pendekatan yang diambil oleh perbankan dalam menyalurkan kredit.

Dalam banyak kasus, kredit macet pada UMKM cenderung lebih tinggi dibandingkan sektor lain karena sifat bisnis UMKM yang rentan terhadap fluktuasi ekonomi dan tantangan operasional. Ada beberapa “biang kerok” yang mendasari terjadinya kredit macet di sektor UMKM. Salah satunya yaitu kurangnya literasi keuangan di kalangan pelaku UMKM.

Banyak pelaku UMKM yang belum memiliki pemahaman yang memadai tentang pengelolaan keuangan dan pengambilan keputusan bisnis. Selain itu, faktor eksternal seperti penurunan permintaan pasar, kenaikan harga bahan baku, serta perubahan kebijakan pemerintah juga dapat memengaruhi kemampuan UMKM untuk memenuhi kewajiban pembayaran kredit. Faktor lain yang turut berkontribusi adalah kurangnya monitoring dan evaluasi dari pihak perbankan terhadap kondisi keuangan dan operasional UMKM.

Guna mencegah terjadinya kredit macet pada UMKM, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, perbankan, dan pelaku UMKM itu sendiri. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah meningkatkan literasi keuangan di kalangan pelaku UMKM melalui program pelatihan dan pendampingan.

Dengan memahami dasar-dasar pengelolaan keuangan dan strategi bisnis, pelaku UMKM dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam mengelola usahanya. Selain itu, pemerintah dan perbankan juga perlu memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan yang mendukung stabilitas ekonomi serta akses pembiayaan yang lebih mudah dan terjangkau.

Apakah bank “kapok” memberi kredit kepada UMKM? Ternyata tidak. Bank secara umum bersedia memberi kredit kepada UMKM karena potensi pasar dan dukungan pemerintah, tetapi tetap ada tantangan seperti risiko tinggi dan keterbatasan data keuangan. Dengan pendekatan inovatif dan kebijakan pemerintah yang mendukung, penyaluran kredit ke UMKM terus meningkat.

Perbankan sendiri sejatinya memiliki peran penting dalam mengurangi risiko kredit macet di sektor UMKM. Beberapa hal yang dapat dilakukan perbankan meliputi pemberian kredit yang sesuai dengan kapasitas keuangan UMKM, monitoring secara berkala atas kondisi usaha debitur, serta penyediaan program restrukturisasi kredit bagi UMKM yang mengalami kesulitan. Selain itu, perbankan juga dapat mengembangkan produk-produk pembiayaan yang lebih fleksibel dan inovatif, seperti kredit berbasis arus kas atau kredit dengan jaminan non-konvensional.

Dalam upaya menangani masalah kredit macet UMKM, beberapa kementerian juga turut berperan aktif. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menjadi salah satu pihak utama yang bertanggung jawab dalam pemberdayaan UMKM dan memberikan dukungan kebijakan untuk mengurangi risiko kredit macet.

Selain itu, Kementerian Keuangan berperan dalam merancang kebijakan fiskal yang mendukung pembiayaan UMKM, termasuk program subsidi bunga dan penjaminan kredit. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan juga memiliki kontribusi dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pertumbuhan UMKM.

Dengan langkah-langkah yang terkoordinir dan berkesinambungan, pekerjaan rumah perbankan terkait kredit macet pada UMKM dapat dipangkas sekecil mungkin. Kolaborasi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku UMKM menjadi kunci sukses dalam menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan sektor ini. Diharapkan di masa depan, UMKM dapat terus berkembang, memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih luas lagi. Aamiin!

Related posts

Leave a Reply