Komisi I: TNI di 14 K/L terjerat kasus pidana bisa diproses Kejagung

Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi Golkar/Golkarpedia

JAKARTA, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga (K/L) dapat diproses melalui Kejaksaan Agung jika terlibat dalam kasus pidana. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam revisi Undang-Undang (UU) TNI yang baru saja disahkan.

Dalam rapat Paripurna DPR RI yang menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Dave menjelaskan bahwa jika personel TNI yang menduduki jabatan sipil di salah satu dari 14 kementerian/lembaga terjerat masalah hukum, maka proses hukum akan dilakukan melalui Kejaksaan Agung, khususnya melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil).

Read More

“Di dalam Undang-Undang TNI juga ada penugasan aparat personel TNI di Kejaksaan Agung, yaitu Jampidmil. Jadi, bila ada personel TNI yang terlibat dalam pidana, itu bisa diproses melalui Kejaksaan Agung sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku,” ujar Dave usai menghadiri rapat paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3).

Selain itu, Dave juga menegaskan bahwa prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga yang diatur dalam revisi UU TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan. Hal ini sesuai dengan arahan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, yang menekankan bahwa prajurit yang berada di luar 14 kementerian/lembaga harus mundur dari dinas militer.

“Statement dari Panglima TNI, bahwa mereka yang di luar kementerian sipil itu wajib mengundurkan diri, makanya kami serahkan ke Panglima untuk melaksanakan arahannya,” tambah Dave.

Terkait penempatan prajurit TNI aktif di 14 kementerian/lembaga sipil, Dave menegaskan bahwa proses pemilihan jabatan akan dilakukan dengan mempertimbangkan kecakapan dan kompetensi dari aparat TNI tersebut. Menurutnya, penempatan prajurit TNI pada posisi sipil ini harus sesuai dengan kapasitas, kapabilitas, dan bidang yang dikuasai oleh masing-masing prajurit.

“Kan ada prosesnya, ada Wanjakti-nya (Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi), terus juga dilihat kapasitas dan kapabilitas dari seorang individu tersebut, sehingga tidak asal pilih, akan tetapi disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuannya,” terang Dave.

Pada Kamis (20/3), DPR RI mengesahkan revisi UU TNI menjadi undang-undang. Beberapa perubahan penting dalam UU ini mencakup penambahan tugas TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), perpanjangan batas usia pensiun prajurit TNI, serta perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Pasal 47 yang semula membatasi jabatan sipil yang dapat diisi prajurit TNI aktif kini diperluas menjadi 14 kementerian/lembaga.

Dengan disahkannya revisi UU TNI ini, diharapkan TNI dapat berperan lebih besar dalam pengelolaan negara, namun tetap mengedepankan profesionalisme dan transparansi dalam setiap penugasan dan jabatan yang diemban.

Related posts

Leave a Reply