JAKARTA, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dilakukan secara terbuka, inklusif, dan tidak terburu-buru. Mereka menegaskan bahwa publik harus dilibatkan dalam setiap tahap penyusunan beleid penting tersebut.
“DPR tidak boleh melakukan pembahasan RUU Perampasan Aset dengan terburu-buru, tanpa melibatkan seluruh elemen masyarakat sipil. Pembahasannya pun tidak boleh serampangan,” kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, dalam pernyataan tertulis yang diterima Kamis (11/9/2025).
RUU Perampasan Aset kini resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, bersama dua RUU lain, yakni RUU Kamar Dagang dan Industri dan RUU Kawasan Industri. Namun, sisa waktu yang hanya empat bulan membuat pembahasan RUU ini berisiko dipaksakan tanpa proses deliberatif yang memadai.
Wana menilai, DPR seharusnya menggunakan naskah akademik dan draf RUU yang telah disusun pada periode sebelumnya, agar tidak membuang waktu dengan menyusun ulang dari awal.
“Naskah akademik dan draf RUU yang semula sudah disusun tidak perlu dirombak secara keseluruhan maupun diulang dari awal,” ujarnya.
Tak hanya soal transparansi dan partisipasi, Koalisi Masyarakat Sipil juga mendorong agar pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan bersamaan dengan revisi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ini penting untuk mencegah tumpang tindih aturan hukum yang justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam rapat kerja evaluasi Prolegnas Prioritas 2025 yang digelar Selasa (9/9/2025), Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa pemerintah menyambut baik usul inisiatif DPR untuk memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam prioritas tahun ini.
“Pemerintah sudah siap. Kita harus memberikan apresiasi yang luar biasa kepada DPR karena telah memenuhi janji untuk mengambil alih penyusunan draf RUU tentang Perampasan Aset,” kata Supratman.
Ia menambahkan, pemerintah akan turut membantu dalam penyusunan naskah akademik dan draf RUU, serta membuka ruang untuk evaluasi dan perbaikan regulasi agar efektif menjerat hasil kejahatan, terutama tindak pidana korupsi.